Kamis, 03 Maret 2011

Episode 11d

"Maafkan aku, Ayah!" tangis Eun Jo. "Maafkan aku, Ayah! Ayah! Ayah!"
Dari luar ruangan, Ki Hoon mendengar tangisan Eun Jo. Ia mengepalkan tangannya 
erat-erat.
Di luar bangunan, Jung Woo sedih mendengar tangisan Eun Jo.


Hyo Seon duduk diam di ruang penyimpanan anggur.
"Aku melakukannya lagi, Goo Hyo Seon." ia teringat Eun Jo berkata. "Jika kau 
terus seperti ini, kurasa semuanya akan jatuh ketanganku."

Malam itu, ketika Eun Jo sedang tidur, Jung Woo memanggilnya.
Eun Jo keluar. Jung Woo sudah siap dengan tasnya. "Aku harus pergi ke suatu 
tempat." katanya.
"Kemana?" tanya Eun Jo.
"Itu... Aku harus pergi latihan militer untuk wajib militer." jawab Jung Woo.
"Latihan militer?"
"Tidak ada yang bisa dikerjakan di perusahaan." kata Jung Woo. "Apa kau akan 
baik-baik saja tanpa aku?"
"Berhati-hatilah." kata Eun Jo, beranjak masuk ke dalam rumah.
"Kakak!" panggil Jung Woo. "Itulah jeleknya dirimu, selalu pergi ketika orang 
lain sedang bicara." Ia mengeluarkan sebuah bros dari tasnya. "Ini roti."
"Roti?" tanya Eun Jo. "Bukankah itu bros?"
"Sebut saja roti." kata Jung Woo seraya memakaikan bros itu di baju Eun Jo. "Jika 
memakai ini, kau tidak akan pernah kelaparan. Pakailah ini saat aku tidak ada. 
Dengan begini aku akan menjagamu."
Eun Jo tersenyum. "Ini aneh." katanya. "Walaupun aku tahu itu kata-kata yang 
konyol dan bodoh, tapi aku ingin mempercayainya."
Jung Woo tersenyum. "Percayalah padaku." katanya. "Makanlah dan hidup yang baik.

Ki Hoon pergi ke kuil menemui seorang pendeta.
"Guru, tolong selamatkan aku." katanya, menangis.

Hyo Seon tertidur di kamarnya. Eun Jo masuk untuk membangunkannya. Ia 
mengguncang tubuh Hyo Seon pelan.
"Ada apa?" tanya Hyo Seon, terbangun dengan kaget.
"Kau tahu dimana semua pekerja tinggal?" tanya Eun Jo.


Eun Jo menunggu di luar sementara Hyo Seon masuk untuk bicara dengan para 
pekerja.
Beberapa saat kemudian, Hyo Seon keluar.
"Apa yang mereka katakan?" tanya Eun Jo.
Hyo Seon diam sejenak. "Seberapa kasar kau memperlakukan mereka hingga mereka 
bersikap seperti ini?" tanya Hyo Seon.
"Mereka tidak mau melakukannya?"
"Tidak akan pernah." jawab Hyo Seon.
Eun Jo berbalik dan hendak beranjak pergi. Hyo Seon menarik lengannya. "Mau 
kemana kau?"
"Aku harus membuat ragi dan aku membutuhkan orang untuk bekerja." jawab Eun Jo.
"Kau sangat bodoh." kata Hyo Seon. "Kau hanya melihat paman-paman itu sebagai 
seorang pekerja yang membuat ragi. Apa kau tahu bahwa pria yang tinggal disini 
adalah ayah Dong Soo, orang yang bersekolah di SMU yang sama dengan kita?"
"Dong Soo?"


"Benar. Dong Soo, orang yang berkata bahwa ia menyukaimu dan membawakanmu bunga." 
kata Hyo Seon. "Tidakkah kau tahu bahwa neneknya sedang sakit? Paman harus 
membayar biaya pengobatan nenek, tapi ia selalu tidak punya cukup uang. Apa kau 
tahu bahwa ayahku mempekerjakan dia di pabrik dan perusahaan agar ayah bisa 
memberinya gaji sedikit lebih banyak dibanding pekerja lain? Aku yakin kau tidak 
tahu. Jika ia berhenti bekerja, dia pasti tidak memiliki penghasilan. Dan 
sekarang ia berkata bahwa ia tidak bisa lagi bekerja untuk kita. Bagaimana bisa 
kau bersikap begini kejam? Jika para pekerja berbuat salah, ayah pasti sangat 
marah tapi... semua pekerja bekerja untuknya selama lebih dari 20 tahun. Mereka 
punya alasan untuk itu. Tapi, kau memperlakukan para pekerja seperti sapi dan 
kuda. Seperti mereka bukan manusia."
Eun Jo diam.
Hyo Seon kelihatan sangat sedih. Ia mengusap wajahnya. "Jangan khawatir." 
katanya. "Aku akan meminta bantuan paman. Ia dekat dengan para pekerja. Tapi 
jika paman tidak berhasil, kita akan membuat ragi sendiri. Tidak peduli berapa 
lama waktu yang dibutuhkan, kita harus membuatnya sebisa kita." Hyo Seon 
berbalik dan berjalan pergi.
Eun Jo terdiam sejenak kemudian mengejar Hyo Seon. "Katakan semuanya padaku." 
katanya.

"Paman Jang suka makanan yang manis-manis." kata Hyo Seon. "Ayah Unyoung suka 
daging. Bukan daging babi, tapi daging sapi."
Eun Jo mendatangi semua pekerja satu persatu dan memohon maaf.
Terakhir, Eun Jo mendatangi Paman Kim dan membawakan obat-obatan.
"Paman Hyo Seon bekerja di sebuah klinik." kata Eun Jo. "Ia tahu persis obat 
seperti apa yang dibutuhkan oleh Nenek Dong Soo. Mengenai yang lalu, aku sungguh 
minta maaf."


"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan." kata Hyo Seon pada Eun Jo dalam perjalanan 
pulang mereka. "Bagiku... siapa aku?"
"Pertanyaan macam apa itu?"
Hyo Seon meraih lengan Eun Jo. "Aku hanya penasaran. Bagimu... siapa aku? Aku 
ingin tahu apa yang kau pikirkan tentang aku."
"Kau... apa yang kau pikirkan tentang aku?" Eun Jo bertanya balik.
Hyo Seon diam. "Apakah... kau... akan... meninggalkan aku?"
Eun Jo diam.
"Kau bekerja begitu keras untuk perusahaan." kata Hyo Seon. "Apa kau akan pergi?"
"Apa kau cemas jika aku mungkin akan pergi?" tanya Eun Jo.
"Setelah kau menjawab pertanyaanku, kau boleh bertanya padaku." kata Hyo Seon. "Apa 
kau akan pergi? Aku, yang tidak akur denganmu... Aku letih dengan semua itu. 
Walaupun hanya beberapa saat, kenapa kita tidak berhubungan baik? Tidak bisakah 
kau berjanji padaku bahwa kau tidak akan pergi kemana-mana?"


"Aku berpikir." kata Hyo Seon. "Jika perusahaan ditutup, aku merasa seperti ayah 
kita meninggal lagi. Aku tidak akan membiarkannya tutup, tapi... aku tidak tahu 
apa yang harus kulakukan atau dari mana aku harus memulai. Akan sangat 
menyenangkan jika memiliki seseorang yang bisa menuntunku. Ibu bersikap sangat 
aneh dan aku merasa sangat kesepian. Jika waktu berlalu, aku berharap sikap ibu 
akan membaik. Jika tidak berpikir seperti itu, kurasa aku bisa gila." Hyo Seon 
menunduk, hampir menangis. "Aku tidak ingin bertengkar. Aku ingin tertawa 
denganmu. Aku menginginkan kehangatan darimu."
Eun Jo diam sejenak, kemudian berkata. "Jangan menangis." ujarnya. "Kau pikir 
tujuanku adalah bertengkar denganmu? Itu bukan tujuanku. Aku tidak merencanakan 
untuk bersikap dingin padamu. Sama hanya dengan kehangatan, tidak bisa 
direncanakan atau diperintahkan. Begitulah aku hidup. Walaupun begitu, akan 
kucoba."


"Apa?"
"Bersikap hangat." jawab Eun Jo. "Aku tidak bisa berjanji. Tapi, aku akan coba."
Hyo Seon tersenyum. "Benarkah?"
"Jangan menangis." kata Eun Jo, kemudian berjalan lagi.
Hyo Seon mengejar dan menggandeng tangannya.
"Jangan lakukan ini." tolak Eun Jo seraya melepaskan gandengan Hyo Seon.


"Aku melakukan dosa besar pada mereka berdua." kata Ki Hoon. "Tanpa mengatakan 
apa-apa, Guru menyuruhku bersembahyang. Apakah dengan bersembahyang, aku bisa 
dimaafkan? Jika begitu, aku akan terus bersembahyang sampai napasku berhenti."


Ki Hoon teringat saat ia membawa Dae Sung ke rumah sakit dengan ambulans.
"Paman..." tangis Ki Hoon. "Tolong buka matamu. Tolong..."
"Saat itu, aku hanya memikirkan diriku sendiri." pikir Ki Hoon. "Aku berdoa agar 
aku tidak melakukan dosa besar. Aku tidak mencemaskan Paman sama sekali."
Dae Sung membuka matanya dan mengatakan sesuatu pada Ki Hoon. Ki Hoon kelihatan 
sangat terpukul mendengarnya.
"Ia mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja." pikir Ki Hoon dalam doanya. 
Ki Hoon terjatuh, namun terus berusaha bersembahyang. "Bagaimana mungkin 
semuanya baik-baik saja? Bagaimana?"


Eun Jo dan Hyo Seon sikat gigi bersama. Sikap mereka (sangat) kaku.
Setelah selesai, Hyo Seon menuju ranjangnya. Ia menatap fotonya dan Dae Sung 
dengan sedih, kemudian memeluknya. "Ayah..."


Eun Jo terbangun di tengah malam dan mengintip ke kamar Ki Hoon. Kamar itu 
kosong.
Saat itu, Ki Hoon sedang berjalan terseok-seok di depan tembok pagar. Ia 
terjatuh, kemudian mencoba bangkit dengan bersandar pada tembok.
Eun Jo keluar.
"Dia datang." pikir Ki Hoon. "Gadis jahat yang telah membuatku patah hati. 
Kemari. Datanglah kemari."
Eun Jo hendak masuk lagi ke dalam rumah.
"Kemari." kata Ki Hoon.
Eun Jo berhenti berjalan.

Ki Hoon berusaha bergerak, namun tiba-tiba terjatuh. Eun Jo berlari menolongnya.
"Eun Jo-ah... Aku benar-benar tidak bisa lagi datang ke sisimu. Aku tidak bisa. 
Sekarang itu sudah tidak mungkin. Tapi... jika kau mengizinkan, jika kalian 
berdua mengizinkan.... dengan bersembahyang sebanyak 3000 kali setiap hari... 
aku ingin menjaga kalian berdua. Seperti ayahmu... menggantikan ayahmu..."
"Aku tidak akan pernah memintamu datang padaku." kata Eun Jo. "Kenapa kau 
mengatakan bahwa kau tidak bisa datang? Aku tidak mengerti kenapa kau harus 
menggantikan posisinya. Aku juga tidak pernah memintanya. Tapi, tidak apa-apa. 
Lakukan saja. Bukan untukku, tapi Hyo Seon. Ia gadis yang sangat lemah. Setelah 
bertengkar denganku, ia memintaku menjaganya. Ia seperti seekor anjing kecil 
yang membuatku kesal. Walaupun, jujur saja aku tidak peduli padanya. Jika aku 
bisa membuatnya merasa hangat, mungkin aku bisa dimaafkan. Karena itulah, aku 
ingin mencoba. Aku hanya ingin dimaafkan."
"Ya. Aku juga berpikir demikian." pikir Ki Hoon dalam hati.


Setelah itu, Ki Hoon dan Eun Jo, menangis di kamar mereka. "Gadis jahat itu 
menangisiku untuk yang terakhir kalinya." pikir Ki Hoon. "Aku juga. Aku akan 
membuangnya dari hatiku. Ini adalah tangisanku yang terakhir untuknya." pikir Ki 
Hoon.

Malam itu, Hyo Seon terbangun karena memimpikan ayahnya. Perlahan-lahan, Hyo 
Seon masuk ke kamar Kang Sook dan tidur disampingnya. Ia memeluk Kang Sook.
"Itu menjijikkan." kata Kang Sook. "Angkat tanganmu."
Hyo Seon mengangkat tangannya dan berjalan keluar kamar. Kang Sook membersihkan 
selimutnya seperti habis terkena debu kotor.


Keesokkan harinya, saat sarapan, Eun Jo bingung kenapa tidak ada Hyo Seon 
bersama mereka.
"Kenapa hanya ada tiga orang disini?" tanya Eun Jo.
"Memangnya harus ada berapa orang?" tanya Kang Sook sinis.
"Ibu!"

"Aku merasa sangat terganggu setiap kali makan bersamanya, jadi aku menyuruhnya 
makan ditempat lain." jawab Kang Sook.
Eun Jo terlihat marah.
"Kenapa?" tanya Kang Sook, melihat ekspresi Eun Jo. "Aku adalah orang yang 
memasak makanan ini. Ia memakan makananku. Aku tidak membiarkannya kelaparan 
atau apa. Aku hanya menyuruhnya makan sendiri. Apa yang salah? Kenapa kau 
melihat ibumu dengan pandangan galak seperti itu?"
"Tidakkah kau merasa bersalah pada Hyo Seon?" tanya Eun Jo marah. "Mungkin di 
kehidupan selanjutnya aku akan menjadi ibu Hyo Seon sebagai hukuman atas dosaku!"


Hyo Seon, Eun Jo dan Ki Hoon berakhir dengan sarapan bersama di perusahaan. Bibi 
dan Nenek Hyo Seon yang memasak untuk mereka.
Ki Hoon mengatakan pada Eun Jo bahwa ia berniat meminjam uang dari bank lagi 
untuk membayar hutang para tetua. Selebihnya, ia meminta Hyo Seon bicara dengan 
para tetua dan menyuruhnya menyinggung mengenai Eun Jo yang berhasil membuat 
anggur dengan rasa yang sama dengan Dae Sung.
"Aku lapar." kata Eun Jo.
"Ayo kita campur." Hyo Seon mencampurkan makanan mereka dalam satu panci, 
kemudian memakannya bersama.
Eun Jo diam saja. Hyo Seon mengambilkan sendok dan menarik Eun Jo mendekat.
Eun Jo dan Ki Hoon berebut makanan. Hyo Seon menengahi mereka, kemudian menyuapi 
Ki Hoon dan Eun Jo.
Mendadak terdengar suara ribut-ribut diluar.


Paman Hyo Seon dan para pekerja kembali.
"Kau bilang kita harus membuat ragi." kata Paman Kim. "Kenapa kau belum bersiap-siap?"
"Aku mencium minyak wijen." kata Paman Jang. "Apa ada seseorang yang memakan 
campuran nasi pedas?" Ia memakan cokelat batang pemberian Eun Jo dan tersenyum 
padanya.
Hyo Seon maju dan membungkuk pada para pekerja. "Paman, terima kasih."
"Jangan berpikir bahwa kami melakukan ini karena tidak memiliki uang untuk makan." 
kata Paman Kim pada Eun Jo. "Kami tidak seperti itu. Kau meminta maaf pada kami, 
karena itulah kami datang. Kau mengerti?"
Eun Jo mengangguk. Para pekerja kembali bekerja untuk membuat ragi.
Ki Hoon menyentuh pundak Eun Jo. Hyo Seon melihat mereka, tapi hanya diam dan 
tersenyum tipis.
Hyo Seon mendekati mereka. "Kakak, siapa yang akan melakukan upacara perayaan 
ragi?" tanyanya.


Hong Ki Jung membaca sebuah artikel di majalah mengenai Perusahaan Anggur Dae 
Sung. Begitu membacanya, ia langsung menemui ayahnya.
"Apa yang membuatmu berpikir bahwa Ki Hoon tidak akan membuat masalah untuk kita 
setelah tahu mengenai kebenaran ekspor itu?" tanyanya pada Presiden Hong.
"Apa kita berada pada sisi yang sama?" tanya Presiden Hong, tersenyum.
"Tidak." jawab Ki Jung dingin. "Walaupun aku tahu bagaimana cara mengatasi ini 
tapi, jika ia sudah membawa masalah ini ke pengadilan, maka semuanya tidak akan 
berguna lagi. Salah satu dari dua gadis di perusahaan itu mengirimkan artikel ke 
majalah ekonomi dan berhasil menemukan bagaimana membuat ragi. Ia melakukan 
semua yang ia bisa."
"Kelihatannya kau tertarik pada kedua gadis itu." kata Presiden Hong.
"Ayah, kau orang yang sangat jahat." kata Ki Jung. "Ketika ibu Ki Hoon pingsan 
setelah mengejarku dan aku mendengar mengenai kematiannya, kau tahu betapa hal 
itu sangat menyakitkan untukku, bukan? Apa kau menggunakan itu untuk membuat Ki 
Hoon menentangku? Karena aku menghormatimu, maka aku akan jahat sepertimu."


Pihak Perusahaan Anggur Dae Sung membicarakan siapa orang yang pantas 
menggantikan kedudukan Presiden Dae Sung dalam upacara perayaan ragi. Ki Hoon 
meminta Hyo Seon-lah yang membuat keputusan.
"Jika aku memutuskan, apakah kalian akan menuruti keputusanku?" tanya Hyo Seon.
Semua mengangguk.
"Kalau begitu, aku ingin Kak Eun Jo yang melakukannya." kata Hyo Seon.
"Ini tidak masuk akan." kata Eun Jo, menolak. "Ini adalah pekerjaan penting 
untuk perusahaan. Aku tidak bisa melakukannya."
"Aku juga berpikir begitu." kata Hyo Seon. "Harus memilih orang lain selain ayah 
yang melakukannya. Aku tidak bisa membayangkannya. Tapi, aku yakin ayah akan 
senang jika kau yang melakukannya. Jadi lakukanlah, Kak."


Eun Jo keluar dari ruangan. Paman Hyo Seon sengaja menunggunya di luar. Setelah 
bicara basa-basi beberapa saat, Paman Hyo Seon secara tidak langsung meminta 
bantuannya agar diizinkan tinggal disana. Kang Sook telah mengusirnya, dan ia 
meminta Eun Jo agar membiarkannya tinggal.
"Aku tidak punya tempat lain untuk pergi." katanya.
"Tidak usah cemas." kata Eun Jo. "Aku akan bicara pada ibuku."


Eun Jo kembali ke rumah. Dari luar, terdengar teriakan kasar ibunya. "Sudah 
kubilang aku tidak mau!" bentaknya.
Eun Jo bergegas masuk ke kamar ibunya. Hyo Seon terjatuh di lantai di samping 
tumpahan air dan pecahan gelas. "Ada apa ini?" tanyanya.
"Ibu bilang dadanya sesak." ujar Hyo Seon, menahan tangisnya. "Jadi kupikir, ia 
akan lebih baik jika aku membawakan teh. Teh bisa membantu melancarkan sirkulasi 
darah dan pencernaan."
"Keluar dari sini!" bentak Kang Sook. "Aku tidak ingin melihatmu!"
Hyo Seon membersihkan pecahan gelas.
"Hyo Seon, bangun." kata Eun Jo.
Hyo Seon menggeleng.
"Cepat bangun!" seru Eun Jo. "Ikuti aku!"


Eun Jo menelepon Ki Hoon. "Jangan tidur dulu." katanya. "Jangan tidur dan 
pergilah ke Jungja. Aku akan mengirim Hyo Seon kesana, jadi hibur dia."
Hyo Seon masuk ke kamar Eun Jo.
"Kenapa kau tetap mendekati ibu?" tanya Eun Jo. "Setiap kali kau berada 
didekatnya, kau akan terluka. Kenapa kau begitu bodoh? Kau tidak tahu seperti 
apa ibuku? Bukan hanya kau, tapi ia memperlakukan semua orang di rumah ini 
dengan buruk. Hindari dia. Hindari dia sementara ini."
"Aku... tidak bisa." jawab Hyo Seon. "Aku selalu memikirkan dan ingin bertemu 
dengannya." Hyo Seon menahan tangis. "Kenangan mengenai ibu yang mengusap 
rambutku selalu ada dipikiranku. Aku tahu ibu bersikap seperti itu karena ia 
kesepian. Aku juga kesepian. Walaupun ia membenciku sekarang, tapi jika ia 
sering melihatku, ia mungkin akan mulai suka padaku."
Mata Eun Jo berkaca-kaca. "Apa kau bodoh?" tanyanya.
"Kau pikir, aku bodoh?"

"Aku mohon padamu, hindari ibuku sementara waktu ini." kata Eun Jo. "Sarapan di 
perusahaan bersamaku. Bekerjalah sampai larut malam dan kembali ketika ibu sudah 
tidur. Jika kau menghindarinya beberapa waktu, mungkin keadaan akan membaik."
Hyo Seon tersenyum. "Keadaan akan membaik?" tanyanya. "Apakah aku seperti anak 
kecil?" Hyo Seon bangkit dari duduknya. "Sejak dulu, aku sudah menyadari ada 
sesuatu. Ketika ada atau tidak ada ayah, ia selalu memperlakukan aku dengan 
berbeda. Aku tahu itu. Aku tahu, tapi itu tidak masalah karena aku menyukainya."
Eun Jo terpukul mendengar ucapan Hyo Seon. Ia teringat kata-kata Dae Sung, "Tidak 
masalah, karena aku menyukai ibumu."
"Jikapun ia membenciku selamanya, tidak apa-apa, selama aku tidak diusir atau 
kau dan ibu tidak pergi." tambah Hyo Seon. "Tidak apa-apa."
Eun Jo menangis.
Hyo Seon tersenyum. "Jika kau, ibu dan Joon Soo tidak ada disini, aku akan 
sendirian." Ia maju selangkah mendekati Eun Jo. "Jangan... tinggalkan aku 
sendirian."
"Jangan tinggalkan aku." ucapan Dae Sung terngiang di telinga Eun Jo. "Dengan 
begitu, aku akan sangat berterima kasih."

Hyo Seon keluar dari kamar Eun Jo dan kembali ke kamarnya. Mendadak dadanya 
terasa sangat sakit. Ia memukuli dadanya sendiri.


"Bersikap baiklah pada Hyo Seon." Eun Jo meminta pada ibunya.
"Apa Hyo Seon yang menyuruhmu mengatakan itu padaku?" tanya Kang Sook, menarik 
Eun Jo masuk ke kamarnya. "Jika aku berpikir kehidupan 8 tahunku bersamanya, 
badanku terasa sakit. Apa yang ia ingin kulakukan? Menemaninya siang dan malam?"
"Walaupun kau dan aku bersujud di bawah kaki Hyo Seon dan menyembahnya berulang-ulang 
kali, tidak akan pernah cukup." kata Eun Jo. "Hyo Seon... dia... dia adalah 
ayahnya."
Kang Sook bingung.
"Apa kau benar-benar berpikir bahwa ayah Hyo Seon tidak tahu bahwa kau tidak 
tulus padanya?" tanya Eun Jo. "Dia tahu semua. Walaupun ia tahu, tapi ia tetap 
menyukaimu."
Kang Sook bangkit, menjauh dari Eun Jo untuk membersihkan wajahnya. "Kapan kau 
akan berhenti mengucapkan omong kosong seperti itu?"
"Walaupun kau kejam dan jahat, tapi ia menyukaimu!" tangis Eun Jo. "Hyo Seon 
juga sama seperti ayahnya. Ia tidak peduli kalau kau tidak menyukainya. Ia 
bilang tidak apa-apa. Dimana lagi kau bisa menemukan seorang suami seperti itu? 
Dimana lagi kau bisa menemukan seorang anak seperti itu? Ibu, di dunia itu 
dimana kita bisa menemukan orang seperti mereka?"

Kang Sook bersikap tidak peduli.
Eun Jo merangkak mendekati ibunya. "Ibu, kita tidak boleh seperti ini!" 
tangisnya. "Jika kita bersikap begini, kita bukan manusia! Kita benar-benar akan 
disambar petir!"
"Kenapa kita harus disambar petir?!" teriak Kang Sook. "Apa ada hukuman yang 
lebih buruk selain membuatku menjanda lagi?! Aku ingin cepat-cepat menikahkan 
dia. Dengan begitu, aku tidak akan bertanggung jawab lagi padanya. Kuharap ada 
seseorang yang membawanya pergi."
Eun Jo menghapus air matanya dan mengambil pakaian ibunya. "Ayo kita pergi." 
katanya. "Kita hanya menjadi beban untuk keluarga ini. Ayo kita bereskan barang-barang 
kita."
"Pergi?! Kemana?!" tanya Kang Sook. "Aku, kau dan Joon Soo akan mendapatkan 3 
kali lipat dari warisan yang didapatkan Hyo Seon. Jika waktunya sudah tepat, 
kita akan pergi. Tahan dirimu dan ambil semua yang bisa kau ambil."
Eun Jo berteriak dan menangis. Ia bangkit dan berjalan keluar.

Di luar, Eun Jo bertemu dengan Ki Hoon.
"Ada apa?" tanya Ki Hoon, cemas melihat Eun Jo menangis.
"Bi.. bisakah kau.. membawaku pergi dan melarikan diri bersamaku?" tanya Eun Jo. 
"Aku tidak akan pernah dimaafkan. Karena itu, aku ingin melarikan diri. Tolong.. 
larilah bersamaku!"



credit to princess-chocolates.blogspot

Tidak ada komentar: