Kamis, 03 Maret 2011

Episode 3

"Kenapa harus seperti itu?" tanya Dae Sung.
"Aku tidak suka sikapnya yang dingin pada Hyo Seon." jawab Kang Sook.
"Hyo Seon terlalu mengganggunya." bela Dae Sung.
"Ia juga bersikap seperti itu di depanku." kata Kang Sook. "Aku marah dan 
berakhir seperti itu."
"Jadi kau seelalu bersikap seperti itu pada anakmu setiap kali kau marah?" tanya 
Dae Sung. "Itu memalukan. Jangan diulangi."
"Aku takut!" seru Kang Sook. "Orang-orang mungkin berpikir bahwa putriku 
memperlakukan putrimu dengan buruk. Aku takut bagaimana orang lain akan menilai 
kami. Jadi aku melakukan itu."
Kang Sook menangis-nangis, membuat Dae Sung melunak. Ia berkata bahwa ia 
terpaksa menampar putrinya karena takut ada omongan-omongan buruk dari paman Hyo 
Seon serta para pekerja. Dae Sung berusaha menenangkan, tapi Kang Sook 
menghindar.

Dae Sung mengumpulkan seluruh para pekerjanya, termasuk paman Hyo Seon.
"Siapa saja yang tidak mengangkap istriku sebagai nyonya disini, maju sekarang 
juga!" seru Dae Sung. "Aku akan memberi uang ganti rugi setelah kalian pergi 
dari sini. Maju. SEKARANG JUGA!" Dae Sung memukul kursi dengan kayu.
Tidak ada seorang pun yang maju ataupun bicara. Dae Sung menatap tajam pada 
Paman Hyo Seon.
Di tempat lain, Kang Sook sedang membersihkan air matanya dan bermake-up.

Setelah kena tampar ibunya, Eun Jo duduk seorang diri di pinggir sungai.
"Dalam hatiku, aku sudah berkemas lebih dari 100 kali." gumam Eun Jo dalam 
hatinya. "Aku akan pergi ke tempat dimana tidak ada ibu dan Hyo Seon."
Eun Jo bangkit dari duduknya dan berjalan pergi. Ki Hoon menghalangi jalannya 
dan menahan lengannya, membuat Eun Jo berteriak marah. Eun Jo menghempaskan 
tangan Ki Hoon hingga tusuk rambut yang dibeli Ki Hoon terjatuh di pasir.
"Mau pergi kemana kau?" teriak Ki Hoon, melihat Eun Jo berjalan pergi dengan 
cepat. Ia bergegas menuntun sepedanya dan mengejar Eun Jo.
Tiba-tiba Ki Hoon terjatuh dan berteriak kesakitan. Eun Jo menoleh sedikit, 
kemudian dengan cuek berjalan pergi.
"Huh?" gumam Ki Hoon bingung. "Hei! Seseorang sedang terluka disini! Bagaimana 
bisa kau pergi begitu saja?"
Tiba-tiba Eun Jo tersandung dan terjatuh. Dengan cepat, ia berdiri dan berjalan 
lagi,seakan tidak merasakan bahwa kakinya mengeluarkan banyak darah.
"Hei!Itu pasti sakit!" panggil Ki Hoon, menyuruh Eun Jo berhenti.


Ki Hoon mengendarai sepedanya dan berhasil mengejar Eun Jo.
"Lihat lututmu!" seru Ki Hoon cemas. "Lututmu berdarah tapi kau merasa tidak 
sakit?! Darahnya tidak berhenti! Ini bisa gawat!"
Eun Jo menghempaskan tangan Ki Hoon dan hendak berjalan pergi, tapi kali ini Ko 
Hoon tidak menyerah.
"Aku memang merasa sakit!" teriak Eun Jo. "Memangnya kenapa kalau sakit?!"

Ki Hoon membawa Eun Jo ke klinik untuk mengobati kakinya yang terluka.
"Kami harus memeriksa tulangnya yang retak." kata dokter. "Lakukan sinar X 
terlebih dulu."


Hyo Seon memanggil Kang Sook untuk meminta penjelasan.
"Ibu, dari mana kau dengar?" tanya Hyo Seon. "Teman-teman di sekolah tidak 
pernah menertawakan Kakak. Aku bertanya pada mereka satu per satu. Tapi mereka 
bilang mereka tidak pernah menertawakan Kakak karena nama keluarga yang berbeda. 
Kakak juga bilang bahwa tidak ada orang yang pernah menertawakannya. Karena itu 
aku ingin tahu darimana ibu mendengar semua omong kosong... maksudku, dari mana 
ibu mendengar semua itu."
Kang Soook membelai rambut Hyo Seon. "Aku pasti salah mendengar." jawabnya. "Lupakan 
saja kejadian ini. Jangan pernah membicarakannya lagi."
Hyo Seon tersenyum dan mengangguk, kemudian memeluk Kang Sook.

Ki Hoon merasa ngeri melihat kaki Eun Jo dijahit. Namun Eun Jo seperti tidak 
merasakan apapun.
"Dia pasti punya masalah dengan indera kepekaannya, bukan?" tanya Ki Hoon pada 
dokter. "Betapapun bodohnya dia, dia tidak akan mengerti, bukan?"

"Apa lagu yang kau nyanyikan saat itu?" tanya Eun Jo pada Ki Hoon ketika mereka 
berjalan pulang. "Ah, itu lagu dari spanyol."
"Apakah letak Spanyol sangat jauh?" tanya Eun Jo.
"Tentu saja." jawab Ki Hoon. "Butuh 12 jam untuk sampai ke Madrid."
"Jika aku bersembunyi disana, aku yakin tidak akan ada orang yang menemukan aku." 
pikir Eun Jo dalam hati.
"Jika kau ingin pergi ke Spanyol, kau harus berkunjung ke Barcelona." kata Ki 
Hoon. "Dan disana ada Gaudi..."
"Apakah bahasa Spanyol sulit dipelajari?" tanya Eun Jo, memotong ucapan Ki Hoon.
"Kenapa kau tidak membiarkan aku menyelesaikan kata-kataku dulu?" omel Ki Hoon. 
"Kau tidak tahu betapa unik dan menariknya bangunan di Gaudi..."
"Cukup." potong Eun Jo lagi. "Kurangi pelajaran matematikaku satu jam dan 
gantikan dengan mengajariku bahasa Spanyol. Ajari aku. Tolong ajari aku. Kita 
akan mulai minggu ini." Eun Jo berjalan pergi meninggalkan Ki Hoon.
"Oi!" panggil Ki Hoon, tapi Eun Jo tidak mau menoleh. "Aku tidak mengerti bahasa 
Spanyol. Harus bagaimana ini?" gumam Ki Hoon.

Sesampainya di rumah, Eun Jo melihat Hyo Seon dan ibunya sedang tidur bersama 
setelah menonton televisi. Eun Jo merasa sedih.

Di rumahnya, Ki Hoon berusaha mempelajari bahasa Spanyol. "Kenapa bahasa Spanyol 
banyak sekali menggunakan 'errrrr'" gumamnya. "Bahasa mereka belibet. Ahhh... 
bagaimana aku bisa menyelesaikan semua ini? Lebih baik aku belajar huruf 
alfabetnya dulu."


Keesokkan harinya, Ki Hoon berusaha mengajari Eun Jo bahasa Spanyol. Sebelum 
memulai, Ki Hoon menjelaskan terlebih dahulu mengenai Spanyol.
"Mana yang lebih jauh?" tanya Eun Jo, memotong kata-kata Ki Hoon. "Amerika utara 
lebih jauh dibandingkan Spanyol, bukan? Dimana titik terjauhnya?"
"Kenapa kau tidak membiarkan aku menyelesaikan kata-kataku dulu?" tanya Ki Hoon.
"Cukup." kata Eun Jo. "Ayo kita mulai. Aku bisa melihat di peta nanti."
"Kau benar-benar tidak pernah mendengar ucapan orang lain." kata Ki Hoon. "Dimana 
sopan santunmu?"
"Baik, aku mengerti."
Ki Hoon tersenyum. "Hari ini kita akan belajar huruf alfabet terlebih dulu." 
katanya.
"Aku sudah belajar huruf alfabet tadi malam." kata Eun Jo. "Lanjut ke bab 
selanjutnya."
Ki Hoon melongo. Ia menutup bukunya. "Yang terjauh di Amerika selatan ada di 
Argentina, di sebuah kota bernama Ushuaia."
"Berapa lama bisa mencapai tempat itu? Berapa biaya yang kubutuhkan?" tanya Eun 
Jo.
"Kau ingin pergi kesana?" tanya Ki Hoon. "Kau ingin pergi ke Ushuaia?"
"Lupakan saja. Ayo kita belajar." kata Eun Jo.
Ki Hoon menjawab pertanyaan Eun Jo, untuk menghindari pelajaran. Karena 
terdengar keramaian dari luar, Ki Hoon menunda pelajaran mereka sampai besok.


Jung Woo menelepon Eun Jo. Karena Eun Jo tidak mengangkat teleponnya, ia merekam 
pesan. Ia mengatakan bahwa uang yang diperoleh dari ayahnya mantan pacar Kang 
Sook sudah habis dan ia berniat mencari Eun Jo dan Kang Sook untuk mendapatkan 
uang lagi.
Di seberang saluran, Hyo Seon mendengar ada telepon. Tapi karena telepon 
tersebut sudah mati, ia menyimpan ponsel Eun Jo di sakunya.


Ada pesta di rumah Dae Sung untuk merayakan ulang tahunnya. Kerena tahu Eun Jo 
tidak menyiapkan hadiah, Hyo Seon menyiapkan sebuah hadiah agar Eun Jo bisa 
memberikan hadiah tersebut pada Dae Sung. Eun Jo menolak.
"Kakak, ponselmu berdering beberapa waktu yang lalu." kata Hyo Seon. "Sepertinya 
ada pesan suara."
Dengan kasar, Eun Jo mengambil ponselnya dari tangan Hyo Seon. "Kenapa kau 
menyentuh barang-barang milikku?" tanyanya marah.
Eun Jo berjalan masuk ke kamar untuk mendengarkan pesan. Hyo Seon mengikutinya.
"Dimana pamanmu?" tanya Eun Jo pada Hyo Seon setelah mendengarkan pesan Jung Woo.
"Paman yang mana?"
"Kakak ibumu!" teriak Eun Jo.
Eun Jo mendatangi paman Hyo Seon. Paman Hyo Seon mengatakan bahwa ia memberikan 
kartu nama pada mantan pacar Kang Sook. Eun Jo berteriak marah padanya.


Mantan pacar Kang Sook mengintip ke dalam rumah dan melihat Kang Sook sedang 
bernyanyi bahagia bersama Dae Sung dan teman-temannya.
Eun Jo keluar untuk melihat mantan pacar Kang Sook.
Mantan pacar Kang Sook sedang duduk sedih dibalik dinding pagar.
"Berdiri!" kata Eun Jo, menarik mantan Kang Sook ke suatu tempat. Tiba-tiba Ki 
Hoon datang. Ia membawa mereka ke ruang penyimpanan arak.
"Aku mencintai ibumu." kata mantan Kang Sook.
"Wanita yang kau jual demi uang?" tanya Eun Jo.
"Jika seseorang memberimu uang yang sangat banyak, kau pasti akan melakukan hal 
yang sama."
"Jadi kau menginginkan uang?" tanya Eun Jo.
"Aku datang hanya karena ingin melihat ibumu, bukan karena uang."
Tiba-tiba ada suara seseorang dari luar. Mereka mau mengambil arak lagi. Ki Hoon, 
yang berjaga diluar, menawarkan diri untuk mengantarkan arak itu pada mereka. Ia 
masuk kemudian menyuruh Eun Jo menyelesaikan percakapannya dengan mantan pacar 
Kang Sook.
"Kau ingin bertemu dengan wanita itu?" tanya Eun Jo pada mantan pacar Kang Sook. 
"Yang kau miliki hanyalah rumah bobrok dengan atap bocor. Tubuh yang tidak 
berguna. Kelakuan yang kasar. Pemabuk. Punya banyak hutang. Tubuh dan pikiranmu 
benar-benar sia-sia."
"Hentikan."
"Kenapa?!" teriak Eun Jo. "Harga dirimu terluka karena anak seperti aku 
mencelamu? Kau bahkan tidak punya harga diri!"
"Kubilang hentikan!"
"Beritaku aku! Apa kau punya yang lebih baik dari semua yang kami miliki disini?!" 
teriak Eun Jo. "Sebelum kau bisa menjawabnya, jangan pernah muncul lagi di 
hadapan kami. Jika kau tidak muncul lagi, ucapanmu mengenai kau mencintai ibuku... 
aku akan mempercayainya. Pergi sekarang. Jika tidak, maka kau hanyalah orang 
yang menginginkan uang." Eun Jo meneteskan air mata.
Mantan pacar Kang Sook bangkit dan berjalan pergi.
Ki Hoon mengantarkan mantan Kang Sook pulang sementara Eun Jo kembali ke dalam 
rumah. Di sana, ia melihat ibunya dan Hyo Seon bersenang-senang bersama.
Dae Sung melihatnya dan menyuruh Kang Sook menemani Eun Jo.

"Keluar!" perintah Eun Jo pada ibunya. "Aku tidak ingin melihatmu."
Kang Sook memukul kepala putrinya.
"Kenapa kau membawaku kesini?" tanya Eun Jo. "Kau baik-baik saja tanpaku. Kau 
tetap bisa makan enak dan tidur nyenyak."
"Untuk siapa aku melakukan ini?! Untuk siapa?!"
"Apa kau tahu bahwa lututku terluka?" tanya Eun Jo. "Kau terlalu sibuk menjaga 
putri kecil pemilik rumah ini. Lututku sudah diperban selama seminggu dan kau 
tetap tidak menyadarinya sampai sekarang. Apa? Kau lakukan itu untukku?"
Kang Sook melihat lutut Eun Jo. "Kapan ini terjadi?" tanyanya cemas.
"Rubah." kata Eun Jo. "Jangan sentuh aku. Jangan bicara denganku." Ia berjalan 
keluar dari kamar.

Di luar, Eun Jo berpapasan dengan Hyo Seon. Hyo Seon mengoceh bahwa ia telah 
memberikan hadiah pada Dae Sung.
"Aku.. membencimu." ujar Eun Jo tajam. "Kau membenciku juga, bukan?"
"Tidak." jawab Hyo Seon, hampir menangis.
"Mustahil kau menyukaiku." kata Eun Jo. "Tidak ada alasan untukmu menyukaiku."
"Tapi aku menyukaimu." kata Hyo Seon.
"Tidak apa-apa jika kau membenciku. Jangan sia-siakan dengan berpura-pura 
menyukaiku!" teriak Eun Jo.
Hyo Seon menangis. "Kakak.. tidak." ujarnya menggeleng. "Aku tidak membencimu 
dan aku juga tidak berpura-pura menyukaimu. Itu benar. Percayalah padaku."
"Tetaplah disana dan berpikir." kata Eun Jo, berjalan pergi. Dae Sung mendengar 
pembicaraan mereka.

Eun Jo menelepon Jung Woo. Ia mengatakan, jika Ki Hoon sudah mengantarkan mantan 
Kang Sook pulan, Jung Woo harus meneleponnya.
Jung Woo juga mengatakan di telepon bahwa ia mencintai Eun Jo.


Eun Jo menunggu Ki Hoon pulang di luar gerbang. Sudah larut malam, Ki Hoon tidak 
juga pulan. Eun Jo kembali ke kamarnya dan tidak tidur sampai pagi. Ki Hoon 
rupanya tidak pulang ke rumah.

Ki Hoon datang ke rumah ayahnya dan berbincang dengannya.
"Presiden Hong membuka bisnis Penyimpanan Anggur Hong." kata ayah Ki Hoon. "Tapi 
anak bungsunya bekerja sebagai pekerja di perusahaan anggur kecil lain. Aku 
yakin surat kabar akan menulis seperti itu."
"Aku akan menandatanginya." kata Ki Hoon. "Janji untuk menyerahkan semua hak 
warisan."
"Bukan itu maksudku."
"Jika kau menginginkan aku pergi, aku tidak akan mendengarkanmu." kata Ki Hoon. 
"Bukankah kau yang selalu menganggapku sebagai orang luar dalam keluarga ini? 
Aku tidak punya hak ataupun kewajiban pada keluarga ini. Kau juga tidak punya 
hak untuk memerintah aku."
"Lihat pada siapa kau bicara!" terdengar suara seorang wanita. "Jika kau ingin 
memutus hubunganmu dengan keluarga ini, kau harus pergi ke tempat dimana tidak 
ada orang yang mengenalmu."
"Masuk ke dalam." perintah Presiden Hong pada wanita itu. Wanita itu menurut dan 
berjalan pergi.
"Sejak pertama aku menikah dengan putri keluarga Oh Sung, aku menjadi ditekan 
oleh semua orang, sama sepertimu saat ini." President Hong menjelaskan. "Aku 
membangun Anggur Hong dan memulai usahaku sendiri. Istriku dan kakakmu mencoba 
mambeli saham Anggur Hong."
"Aku tidak seharusnya mendengar ini." Ki Hoon bangkit dari duduknya dan berniat 
pergi.
"Aku membutuhkanmu." kata President Hong.
Ki Hoon berhenti berjalan. "Kau tidak membutuhkan aku." katanya. "Kau kau 
butuhkan adalah status hukumku, bukan? Saham yang kumiliki bersama ayahku."
"Ki Hoon..."
"Ketika kau berkata kau membutuhkan aku... Untuk satu detik... aku hampir saja 
percaya." kata Ki Hoon. "Aku berpikir bahwa kau benar-benar membutuhkan aku."

Hyo Seon mencemaskan Ki Hoon. Walaupun tidak mengatakan apa-apa, tapi Eun Jo 
juga mencemaskannya.

Ki Hoon terduduk sendirian di makam ibunya. Ia berpikir, haruskah ia menyebarkan 
semua kebenaran di depan publik ataukah ia meminta uang sebagai ganti agar ia 
tutup mulut?
"Kita harus melakukan sesuatu, bukan?" tanya Ki Hoon. "Ibu, setiap kali kau 
kembali dari makam para leluhur mereka, kau selalu mengatakan bahwa kau menyukai 
tempat itu, bukan? Bagaimana jika kita memindahkanmu kesana?" Ki Hoon menangis. 
"Bagaimana jika kita akhiri saja seperti itu?"


Malam itu, Eun Jo berjalan ke gerbang depan untuk menunggu Ki Hoon. Dilihatnya 
Ki Hoon sedang bersandar pada dinding pagar.
"Ia kembali." ujar Eun Jo dalam hati. Ia melihat Ki Hoon tersenyum. "Ia 
tersenyum." pikirnya.
"Eun Jo-ah, kemarilah." panggilnya. Ki Hoon memanggil Eun Jo dengan panggilan 
akrab.
"Ia memanggiku 'Eun Jo-ah'." pikir Eun Jo, dalam hati merasa sangat senang. Eun 
Jo terus mengulang-ngulang kata-kata itu dalam hatinya.
Karena Eun Jo tidak mau datang padanya, maka Ki Hoon yang berjalan mendekatinya. 
"Eun Jo-ah, aku lapar." katanya di telinga Eun Jo, sambil menangis. "Aku lapar."


Eun Jo menyiapkan makanan untuk Ki Hoon, sambil terus mengulang-ngulang dalam 
hatinya, "Ia memanggilku 'Eun Jo-ah'."
Sampai di kamar Ki Hoon, Ki Hoon sudah tidur. Eun Jo meletakkan makanan di 
samping Ki Hoon. Dengan takut-takut, Eun Jo hendak melepaskan kaus kaki Ki Hoon. 
Ki Hoon bergerak sedikit dan Eun Jo langsung kabur.

Keesokkan paginya, Hyo Seon datang ke kamar Ki Hoon dan membangunkannya.
"Kakak." panggilnya. "Kenapa kau tidak makan? Sekarang makanannya sudah dingin. 
Makanlah."
Ki Hoon tertawa dan langsung makan dengan lahap.
"Kakak." panggil Hyo Seon, Ki Hoon seperti tidak mendengarkannya. "Kakak, siapa 
aku?"
Ki Hoon diam dan tetap makan.
"Aku tidak kelihatan, ya?" tanya Hyo Seon kesal.


Hyo Seon berjalan ke sekolah bersama Eun Jo. Ia meminta Eun Jo menontonnya 
menari balet, tapi Eun Jo menolak.
"Tidak apa-apa." kata Hyo Seon. "Dong Soo bilang ia akan datang. Ia sangat baik 
padaku akhir-akhir ini. Apa ia berubah pikiran? Bahkan saat aku memintanya 
datang, ia bertanya padaku siapa lagi yang datang."
Hyo Seon diam sejenak, kemudian berkata, "Sebanyak apapun aku berpikir, aku 
tetap tidak merasa bahwa aku membohongi diriku sendiri. Aku benar-benar 
menyukaimu. Tapi kau tidak menyukaiku bukan? Tidak apa-apa, kau bisa terus 
membenciku. Aku akan terus menyukaimu. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu 
bahagia."


Eun Jo-ah, Eun Jo-ah. Kata-kata itu terus terngiang di telinga Eun Jo seharian 
itu.
Eun Jo pulang ke rumah setelah bersekolah. Di gerbang, ia melihat Dong Soo 
mengintip-ngintip. Melihat Eun Jo, Dong Soo bergegas kabur dan menjatuhkan 
sesuatu.
Eun Jo masuk ke rumah dan melihat ibunya sedang bersama Hyo Seon. Ia terus 
menuju kamar.
Di dalam kamar, Eun Jo melihat sebuah kue berbentuk rumah dan tertulis I Love 
You.
"Kejutan!" seru Hyo Seon, masuk ke dalam kamar. "Besok, kau sudah bisa pindah ke 
kamarmu. Malam ini adalah malam terakhir kita berbagi kamar, jadi aku ingin 
mengucapkan selamat tinggal. Ah, aku akan mengajak Kak Ki Hoon untuk ikut serta. 
Tunggu sebentar ya."
"Jika kau benar-benar menyukaiku, apa kau bisa memberikan apapun yang kuinginkan?" 
tanya Eun Jo dingin.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Hyo Seon. "Apapun akan kuberikan."
"Kau bisa menerima apapun yang kuambil darimu?" tanya Eun Jo. "Apapun yang 
kuambil, kau akan tetap menyukaiku?
Hyo Seon mengangguk.


Eun Jo keluar untuk mengambil barang Dong Soo yang terjatuh. Sebuah bunga. Ia 
tidak tahu kepada siapa Dong Soo ingin memberikan bunga itu. Ia hanya ingin 
membuat Hyo Seon marah.
"Ia ingin memberiku bunga ini karena ia ingin berkencan denganku." kata Eun Jo, 
menunjukkan bunga itu pada Hyo Seon. "Kau bilang, kau akan tetap menyukaiku, 
bukan?"
Hyo Seon kelihatan sedih, tapi tidak mengatakan apa-apa.
"Itu tidak mungkin." kata Eun Jo. "Sama dengan ketika kau mengatakan bahwa kau 
menyukaiku. Kau berbohong pada dirimu sendiri. Sekarang kau tahu?"
"Aku ingin melihat kartunya." Hyo Seon mengambil kartu di dalam buket bunga.
Eun Jo terkejut dan merebut kartu itu.
Hyo Seon menangis dan berjalan keluar. Eun Jo membaca kartu itu. Ternyata bunga 
itu memang diberikan Dong Soo untuknya. "Gila." gumamnya.
Hyo Seon masuk lagi ke dalam kamar. "Orang miskin." katanya.
"Apa katamu?" tanya Eun Jo.
Hyo Seon berdiri dihadapan Eun Jo. "ORANG MISKIN!" teriaknya.
Eun Jo tersenyum.



credit to princess-chocolates.blogspot

Tidak ada komentar: