Kamis, 03 Maret 2011

Episode 17

"Aku tidak bisa menghubungimu semalaman!" seru Eun Jo, bergegas keluar dari 
rumah. "Apa yang kau lakukan? Dimana kau? Dimana ibu? Apa kau bersama ibu?"
Eun Jo membuka gerbang. Hyo Seon sudah berdiri di baliknya.
"Kemana kau pergi?" tanya Eun Jo cemas. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja? 
Ada apa denganmu? Kau pergi dengan ibu, bukan?"
Hyo Seon diam dengan ekspresi sedih dan berantakan. "Ibu melarikan diri, Kakak." 
katanya.
"Apa?"
Hyo Seon hanya berdiri diam, kemudian oleng. Eun Jo membantunya agar tidak jatuh 
dan membawanya masuk ke rumah.

"Karena ia merasa bersalah pada ayahku, ia melakukan apa yang seharusnya ia 
lakukan." kata Hyo Seon muram. "Aku tidak bisa mengusirnya karena aku merasa 
menyesal. Aku tidak ingin kehilangan ibu. Karena itulah aku pergi kesana. Ibu 
dan... kau... Siapa kalian untukku? Hubungan macam apa ini?"
Eun Jo tidak menjawab pertanyaan Hyo Seon, malah bertanya balik. "Kenapa kau 
tidak bisa melepaskan?"
"Jika aku bertanya padamu, kau harus menjawabnya." pinta Hyo Seon.
Eun Jo tidak menggubris Hyo Seon. "Kenapa kau tidak membiarkan kami pergi?" 
tanyanya. "Jika aku adalah kau, aku pasti sudah mengusir mereka pergi. Walaupun 
kau tahu apa yang dilakukan ibu, kau selalu tersenyum dan kelihatan senang, 
menangis saat ibu melarikan diri dan pergi padaku. Kau tidak bisa melakukan 
semua itu."
Hyo Seon tersenyum pahit. "Aku tidak bisa melakukan itu, tapi ibu bisa melakukan 
itu." ujarnya. "Jadi, siapa yang bersikap tidak masuk akal? Aku? Apakah aku?"
"Tidak bisa." kata Eun Jo, bnagkit dari duduknya. "Aku dan ibuku telah melakukan 
banyak kesalahan pada keluarga ini. Kupikir aku akan menghabiskan sisa hidupku 
demi kau. Tapi itu tidak akan pernah terjadi. Tolong usir aku dari sini, Hyo 
Seon."
"Duduklah." ujar Hyo Seon.

Eun Jo mengacuhkan Hyo Seon dan berjalan keluar. Hyo Seon menahan tangannya.
"Lepaskan aku!" seru Eun Jo. "Lepaskan aku, Hyo Seon!"
"Tidak akan pernah!" seru Hyo Seon.
"Aku tidak menyukaimu! Aku tidak suka apapun disini!" seru Eun Jo.
Hyo Seon menangis dan memeluk kaki Eun Jo. "Kenapa kau masih belum tahu?" 
serunya. "Hati seseorang! Kenapa kau tidak bisa melihatnya, Kakak?!"
Eun Jo diam.
"Kau tidak tahu?" tanya Hyo Seon. "Ibumu... sakit. Kalian semua orang sakit. 
Kita hidup bersama selama 8 tahun. Selama itu... bagaimana bisa kalian 
menganggap semuanya tidak berarti? Kau dan aku... bagaimana bisa kau menganggap 
hubungan kita tidak berarti? Diantara ibu dan ayah, ada Joon Soo. Diantara kau 
dan aku, juga ada Joon Soo. Bagaimana bisa aku mengusir kalian? Jika kalian 
tidak sakit, kenapa kalian bisa mengatakan hal seperti itu?"
"Kurasa aku akan gila karena kau, Goo Hyo Seon." ujar Eun Jo pelan.
"Goo Eun Jo... kurasa aku juga akan gila." kata Hyo Seon. "Tolong... bawa ibu 
kembali. Bawa ia kembali."


Hyo Seon menangis, bersandar di lutut Eun Jo.
"Tangan Hyo Seon... Kening Hyo Seon... sangat panas seperti besi terbakar." 
pikir Eun Jo dalam hati. "

Eun Jo merawat Hyo Seon yang demam tinggi. 38.35 derajat celcius. Ia mengompres 
Hyo Seon dan memasakkan bubur.
Setelah itu, Eun Jo meminta Jung Woo menemui Jang untuk menanyakan perihal Kang 
Sook. Mungkin Jang tahu keberadaan Kang Sook.
Setelah bicara dengan Jung Woo, Eun Jo berpapasan dengan Ki Hoon. Ia meminta Ki 
Hoon menemani Hyo Seon sementara ia akan mengantarkan Joon Soo ke sekolah.

Ki Hoon menjenguk Hyo Seon. Untuk menenangkan Hyo Seon, Ki Hoon mengatakan bahwa 
ibunya akan kembali setelah ia berhasil mengatur pikirannya.


Joon Soo bertanya pada Eun Jo kapan ibunya pulang. Eun Jo menjawab, Kang Sook 
harus menyelesaikan urusan di suatu tempat dan akan segera kembali.
Joon Soo menyanyi dan berjoget, menirukan tarian grup musik yang dikenalnya. Ia 
bertanya apa Eun Jo tahu gaya yang sedang dilakukannya. Karena Eun Jo tidak tahu, 
ia ngambek. "Lupakan saja!" serunya. "Ibu tahu semua itu."
"Apa? Ibu tahu?" gumam Eun Jo.

Kang Sook bekerja di sebuah kedai kecil. Di luar, ada seorang pria mabuk yang 
mencoba mendekati wanita pemilik kedai, Ji Nam. Ji Nam menolak dan si pria terus 
memaksa. Kang Sook berusaha mengusir pria itu.
Anak Ji Nam menangis melihat semua keributan itu. Kang Sook mengajaknya keluar 
untuk jalan-jalan.


Joon Soo bermain dengan mainannya sendiri. Eun Jo menawarkan bermain bersamanya 
dan mengatakan bahwa ia akan mengantar Joon Soo ke sekolah setiap hari.
"Aku tidak mau!!" teriak Joon Soo. "Kau jelek! Aku akan bermain dengan Kak Hyo 
Seon!"
"Dia sakit." kata Eun Jo. "Sampai ia sembuh, aku yang akan mengurusmu."
"Kau bohong! Kau bahkan tidak bisa berjoget!"
"Aku bisa." kata Eun Jo.
"Kau bohong!" Joon Soo ngambek dan tidur.

Eun Jo pergi ke ruang kerja. Disana, Ki Hoon sedang bekerja di depan notebook. 
Eun Jo menyuruhnya keluar karena ia ingin menggunakan notebook itu.
Ki Hoon keluar. Sebelum pergi, mengintip sedikit ke dalam. Ia mengintip, tapi 
Eun Jo hanya duduk.
Ki Hoon hendak beranjak pergi, tapi mendadak terdengar musik dari dalam ruangan.
Eun Jo sedang mencoba meniru gerakan-gerakan tarian yang ada di video dengan 
kaku.
Ki Hoon tersenyum.

Hyo Seon duduk diam di depan rumah. Jung Woo datang mendekatinya.
"Eun Jo menyuruhku memberimu makan." kata Jung Woo. "Ayo."
Jung Woo menarik tangan Hyo Seon, tapi Hyo Seon menolak.
"Apa kau ingin terus duduk disini?" tanya Jung Woo.
"Aku sedang menunggu." kata Hyo Seon lemah.
"Bisakah aku mengatakan sesuatu padamu?" tanya Jung Woo. Hyo Seon mendongak. "Bibi 
akan kembali. Ia sering melakukan ini. Ia sering pergi tanpa mengatakan apapun. 
Tapi, ia selalu kembali. Jika ia memang benar-benar ingin pergi, ia tidak akan 
meninggalkan Eun Jo. Ia juga tidak akan meninggalkan Joon Soo. Ia akan kembali 
untuk mereka."
Hyo Seon meneteskan air mata.
Jung Woo tersenyum. "Percayalah padaku."

Kang Sook menelepon Eun Jo. Ia merasa sangat menyesal untuk Eun Jo setelah 
melihat anak wanita pemilik kedai terlihat tersiksa karena hidup ibunya.
"Seharusnya aku membiarkanmu pergi ketika kau mencoba melarikan diri." kata Kang 
Sook. "Aku menyesal telah memperlihatkan padamu semua itu."
"Ibu, kita harus bertemu dan bicara." ujar Eun Jo. "Hyo Seon sedang sakit dan 
Joon Soo mencarimu. Apa apa sebenarnya? Ibu, jika kau pergi begitu saja, kau 
semuanya akan berakhir? Kau tidak peduli pada orang lain? Dimana kau? Aku akan 
menjemputmu, katakan dimana kau berada."
Kang Sook mengatakan bahwa ia belum bisa memutuskan apa-apa, setelah itu ia 
menutup telepon.

Ki Hoon mengambil ponsel Eun Jo dan pergi ke kantor telepon untuk menanyakan 
letak telepon umum yang digunakan Kang Sook. Setelah tahu, mereka berdua 
bergegas pergi.
Di lain pihak, Jung Woo juga pergi bersama Hyo Seon.


Eun Jo meminta Ki Hoon pulang dan menemani Hyo Seon. "Pergi temani Hyo Seon!" 
teriaknya, memaksa.
Ki Hoon menghentikan laju mobilnya mendadak.
"Aku tidak punya rahasia yang harus kututupi lagi darimu." ujar Ki Hoon. "Aku 
lega karena semuanya sudah terbongkar. Aku tidak peduli lagi apa yang kau 
pikirkan tentangku dan apakah kau membenciku. Aku bisa mencemaskanmu tanpa takut 
apapun."
"Kau tidak tahu malu." kata Eun Jo.
"Ya, aku memang tidak tahu malu. Karena itulah, jangan mengatakan apapun lagi 
dan dengarkan saja aku ketika aku sedang berusaha." Ki Hoon tersenyum. "Ayo cari 
ibumu."


Jung Woo dan Hyo Seon tiba di daerah Kang Sook menelepon. Jung Woo berniat 
berjalan dan bertanya ke sekeliling mencari Kang Sook. "Kau beristirahatlah di 
mobil."
Tanpa mengatakan apa-apa, Hyo Seon turun dari mobil dan bertanya pada orang-orang
di sekitar sana.
Jung Woo hanya bisa menarik napas panjang.


Di sisi lain, mobil Eun Jo dan Ki Hoon mogok. Eun Jo menelepon untuk meminta 
bantuan derek, tapi membutuhkan waktu lama untuk tiba di tempat itu.
Eun Jo kesal setengah mati.
Ki Hoon berusaha keras membetulkan mobil, namun gagal. "Kurasa kita tidak akan 
bisa naik mobil ini lagi." katanya.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?!" seru Eun Jo kesal.
"Jika mereka datang, mereka bisa membawa mobil ini dan kita naik bus." kata Ki 
Hoon tenang, tersenyum melihat Eun Jo. "Jung Woo dan Hyo Seon sudah tiba disana 
dan sedang mencari ibumu."
"Kau masih bisa tersenyum?" gumam Eun Jo.
Ki Hoon mengatakan bahwa ia ingin terus berbincang dengan Eun Jo. "Walaupun ini 
waktu yang penting untuk mencari ibumu, tapi aku ingin berbincang denganmu 
mengenai hal-hal yang lain." katanya.

Ki Hoon menarik Eun Jo dan mendorongnya ke mobil agar ia bisa bersandar dan 
beristirahat.

Jung Woo menyarankan agar ia dan Hyo Seon kembali ke ke tempat yang ramai dimana 
orang-orang sering lewat. "Tapi sebelum itu, kau harus makan sesuatu." katanya 
cemas.
Hyo Seon menggeleng. "Aku tidak mau." katanya.
Jung Woo tersenyum. "Jika aku tidak memberimu makan, Eun Jo akan menghajarku. 
Ayo ikut aku!"

Jung Woo menggandeng tangan Hyo Seon dan masuk ke sebuah kedai. Kedai tempat 
Kang Sook bekerja.
"Tolong berikan kami makanan yang cepat." pinta Hyo Seon pada Ji Nam.
Di dapur, Kang Sook mendengar suara Hyo Seon.
"Dua nasi dan sup, Kang Sook." kata Ji Nam, masuk ke dapur.
Kang Sook ketakutan dan bergegas bersembunyi di dalam kamar.
"Ada apa?" tanya Ji Nam.
"Berikan mereka makanan perlahaan-lahan agar mereka lama disini." bisik Kang 
Sook.
Ji Nam bertanya kenapa, tapi Kang Sook tidak mau menjawab.


Ji Nam mengantarkan makanan pada Hyo Seon dan Jung Woo. Hyo Seon kelihatan 
enggan makan. Ji Nam kembali ke dapur dan mengintip mereka.
Putri Ji Nam datang. "Ibu, apa bibi pergi?" tanyanya. "Ia meninggalkan dompetnya. 
Semua uangnya ada disini."
Hyo Seon menoleh dan melihat dompet Kang Sook. Ia terlonjak kaget.
(Kok setelah ngelihat episode ini, aku jadi pikir Hyo Seon cocok ma Jung Woo, ya! 
Hmmm)


Ki Hoon dan Eun Jo naik bus.
Eun Jo tertidur sambil memegang ponselnya. Ponsel Eun Jo hampir terjatuh, namun 
Ki Hoon mengambil dan menyimpan ponsel itu di sakunya.
Eun Jo tertidur. Kepalanya terbentur jendela. Ki Hoon menggeser kepala Eun Jo 
agar bersandar di bahunya. Ki Hoon tersenyum senang.
Ponsel berdering. Sebuah sms masuk. "Kami menemukannya." ujar Jung Woo dalam 
smsnya.

"Kenapa kau melakukan ini?!" teriak Hyo Seon, menangis.
"Hyo Seon, dengarkan aku baik-baik." ujar Kang Sook pelan. "Walaupun kau dan dia 
menyeretku pulang, aku akan pergi lagi."
"Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi?" tanya Hyo Seon.
"Apapun yang terjadi, aku akan pergi lagi."
"Kenapa?!" tanya Hyo Seon.
"Song Kang Sook yang ada di depanmu saat ini... untuk pertama kali dalam 
hidupnya, aku tahu apa artinya malu pada umur 50. Karena itulah, aku 
meninggalkan rumah."
"Tetap tundukkan kepalamu dan hidup disisiku." tangis Hyo Seon. "Kubilang itu 
hukumanmu!"
"Pulanglah." tolak Kang Sook. "Jika tidak, aku akan mati dan menghilang."
"Apa? Mati dan menghilang?"
"Ya." jawab Kang Sook. "Pulang dan tanya pada Eun Jo, bagaimana kehidupanku 
sebelumnya. Orang menjijikkan macam apa aku ini. Tanyakan padanya. Pulanglah. 
Jika aku sudah ingin pulang, aku akan pulang."
"Kalau begitu, berjanjilah padaku kau akan kembali. Berjanji kau akan kembali 
suatu saat nanti, maka aku pulang!" seru Hyo Seon.
Kang Sook terdiam beberapa saat. "Aku tidak tahu kapan, tapi aku akan pulang."
"Berjanjilah satu hal lagi." ujar Hyo Seon, menghapus air matanya. "Berjanjilah 
kau tidak akan pergi kemana-mana dan tetap tinggal disini, di rumah temanmu."
"Ya. Aku berjanji padamu. Pulanglah."
Hyo Seon beranjak pergi, tapi ia menoleh lagi. "Joon Soo... mencarimu."


Eun Jo terbangun. Ia kaget karena kepalanya ada dibahu Ki Hoon. Bus juga sudah 
kosong. Ki Hoon mengatakan bahwa ia memohon pada supir bus agar membiarkan Eun 
Jo tidur 10 menit lagi. Tapi malah kebablasan sampai 30 menit lebih.
"Hyo Seon sudah menemukan ibumu." kata Ki Hoon.
Eun Jo kesal karena Hyo Seon bisa begitu mudah percaya pada apa yang dikatakan 
ibunya. "Apa dia bodoh?" seru Eun Jo.

Eun Jo datang ke kedai Ji Nam.
"Kemana kau mengirimnya?!" seru Eun Jo. "Katakan padaku!"
"Setelah ia pergi, ia kembali lagi dan kemudian pergi." kata Ji Nam.
"Seharusnya kau menahannya!" teriak Eun Jo.
Eun Jo marah-marah dan bertanya dimana ibunya. Ji Nam sangat marah karena Eun Jo 
tidak tahu sopan santun. "Aku tidak tahu dimana dia!" serunya.


Ji Nam mengusir Eun Jo dan Ki Hoon.
Eun Jo menangis dan menggedor-gedor pintu kedai Ji Nam. Ia beteriak-teriak 
histeris. "Kenapa kau membiarkan ibuku pergi?!" teriaknya.
Ki Hoon menarik dan memeluk Eun Jo.
"Lepaskan aku!" teriak Eun Jo, meronta-ronta. "Lepaskan aku!"
Ki Hoon mengusap rambut Eun Jo untuk menenangkannya. Lama kelamaan, Eun Jo 
tenang dan berhenti berteriak.
"Dia pernah mengatakan bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan aku." ujar Eun Jo. 
"Tapi akhirnya ia melakukannya. Ia meninggalkan aku."
"Sewaktu aku kecil, orang-orang besar datang dan menculik aku dari ibuku." ujar 
Ki Hoon. "Ibuku menangis dan berlari, mengatakan agar mereka tidak membawaku 
dari ibuku. Aku berpikir di mobil. Dia seharusnya tidak lari, tapi ia lari. Aku 
tidak tahu kenapa aku dipisahkan dari ibuku. Bahkan sampai aku dewasa, mereka 
tidak mengizinkan aku menemuinya. Suatu saat, ia datang ke rumah tempat 
tinggalku dan kakakku. Tapi kakakku melarikan diri darinya dan membuatnya 
berlari. Jika mereka mengizinkan aku menemuinya sekali saja... Ia tidak akan 
mati seperti itu. Aku akan menamukan ibumu. Aku... pasti akan menemukannya. 
Jangan khawatir."

Eun Jo kembali ke rumah. Disana, Joon Soo menangis mencari ibunya.
"Jangan menangis." kata Hyo Seon menenangkan. "Aku bertemu dengan ibu. Ibu 
sedang menemani temannya yang sakit. Dia akan kembali jika temannya sudah sembuh."
Eun Jo hanya diam, melihat mereka.

Hyo Seon menggendong Joon Soo di punggungnya, seperti yang sering dilakukan Dae 
Sung.
"Anak manis." kata Hyo Seon. "Anak nakal."
Joon Soo akhirnya diam dan tertidur.


Joon Soo, Hyo Seon dan Eun Jo tidur bersama di kamar Kang Sook. Hyo Seon menepuk-nepuk 
dada Joon Soo.
"Waktu kecil... apakah ayahmu sering melakukan itu?" tanya Eun Jo. "Apa ayah 
mengatakan kau 'anak manis' dan 'anak nakal'?"
Hyo Seon terkejut dan bangkit dari tidurnya. "Apa katamu?"
"Anak manis, anak nakal." ulang Eun Jo.
"Bukan itu." ujar Hyo Seon, tersenyum. "Kau menyebut 'ayah'? Kau memanggilnya 'ayah'?"
"Kau merasa tidak nyaman mendengar itu?" tanya Eun Jo.
"Kenapa aku baru sekali mendengar itu?" tanya Hyo Seon. "Kenapa kau tidak 
mengatakannya lebih awal? Kenapa kau sangat keras kepala?"
"Hyo Seon... Bagaimana jika ibu tidak menepati janjinya padamu dan tidak akan 
pernah kembali?" tanya Eun Jo. "Apa yang akan kau lakukan?"

"Dia tidak akan kembali?"

"Bukan begitu." bantah Eun Jo. "Aku menanyakan permisalan."
"Jangan bicara begitu." kata Hyo Seon. "Jangan menanyakan pertanyaan seperti itu 
padaku. Tanyakan padaku, kenapa aku percaya bahwa ibu akan kembali."
"Kenapa?"
"Ibu bilang, ia merasa malu." kata Hyo Seon. "Tapi meninggalkan Joon Soo.. hanya 
akan membuatnya semakin malu. Selain itu, aku tidak ingin menodai kenangan 
selama 8 tahun. Aku yakin ibu juga berpikir hal yang sama. Sama sepertimu juga, 
selama 8 tahun ini... walaupun kau membenciku, tapi ayah adalah kekuatan dan 
semangat untukmu. Jadi... walaupun kenangan kita tidak terlalu bagus, jika aku 
menodai kenangan itu sama halnya dengan meludahi ayah."
Eun Jo menatap Hyo Seon dalam diam. "Aku tidak mempercayai itu tapi, akhirnya 
ibuku tahu apa artinya malu." pikir Eun Jo dalam hati. "Tanpa kusadari, Hyo Seon 
berubah, dari seorang gadis kecil menjadi seorang wanita dewasa, yang bisa 
belajar dari pengalaman. Tapi, aku masih seorang gadis keras kepala."


Keesokkan harinya, Ki Hoon datang ke kedai Ji nam dan bicara dengan putri Ji Nam. 
Ia ingin memastikan apakah Kang Sook memang sudah benar-benar tidak tinggal di 
rumah mereka.
Ki Hoon masuk kembali ke dalam mobil. Ia melihat dari kaca spion kalau putri Ji 
Nam berlari ke kedai dan memanggil ibunya keluar.
Ponsel Ki Hoon berdering. "Halo? Siapa ini?" tanyanya. "Tuan Park?"
Setelah menutup telepon, Ki Hoon mengendarai mobilnya dengan buru-buru.
Tidak lama setelah kepergian Ki Hoon, Kang Sook keluar dari tempat 
persembunyiannya menemui Ji Nam dan putrinya.


Ki Hoon datang ke perusahaan. Ia meminta tolong pada Jung Woo agar mencegah Eun 
Jo datang kesana.
"Ada apa?" tanya Jung Woo.
"Aku tidak sempat menjelaskan, tapi kau harus pergi bersamanya sampai nanti 
siang." ujar Ki Hoon.

Jung Woo memaksa Eun Jo ikut pergi dengannya ke suatu tempat.

Para tetua datang ke perusahaan. Ki Hoon menyambut mereka.
"Aku akan bicara pada Eun Jo dan Hyo Seon, lalu menyusun jadwal pertemuan dengan 
kalian." kata Ki Hoon. "Tapi, aku ingin tahu apa yang membuat para tetua ingin 
menjual saham pada perusahaan Hong. Kita tidak bisa menjual Perusahaan Anggur 
Dae Sung pada Perusahaan Hong. Aku tidak tahu penawaran seperti apa yang mereka 
berikan pada kalian tapi..."
"Lebih baik kau diam." kata seorang tetua. "Kau hanya pegawai. Kami datang untuk 
bicara dengan Hyo Seon dan Eun Jo. Kami datang bukan untuk memberi laporan 
padamu. Kami akan datang lagi besok."
Para tetua bangkit dari duduk mereka.
"Tetua, Hyo seon dan Eun Jo masih merasa terpukul karena kematian ayah mereka." 
kata Ki Hoon, mencoba menjelaskan. "Ditambah lagi, ada banyak masalah di 
perusahaan dan pabrik. Mereka sedang berada dalam situasi buruk karena ibu 
mereka juga tidak ada disini. Jika Hyo Seon dan Eun Jo mendengar semua ini dari 
kalian, mungkin mereka tidak akan bisa bertahan."
Para tetua saling berpandangan.
"Tolong beritahu aku apa yang mereka tawarkan pada kalian." pinta Ki Hoon.
"Tolong berikan kami waktu." ujar seorang tetua.
Ki Hoon mencoba meyakinkan para tetua bahwa Perusahaan Dae Sung akan maju dan 
menghasilkan banyak keuntungan, tapi para tetua tidak mau mendengar.

Jung Woo membawa Eun Jo ke taman bunga.
Eun Jo marah-marah pada Jung Woo karena Jung Woo ternyata ingin mengatakan apa-apa 
padanya.
"Hari apa ini?" tanya Jung Woo. "Aku tidak menginginkan pesta untuk ulang 
tahunku, tapi Kupikir kau akan membuatkan aku sup rumput laut."
Eun Jo mengernyi kesal.
"Jangan lakukan itu." kata Jung Woo. "Jangan berwajah masam. Aku hanya ingin kau 
melupakan perusahaan, rumah dan ibumu untuk satu hari saja. Hadiah ulang tahun 
untukku adalah agar kau beristirahat. Kau mau memberikan hadiah itu? Kau mau, 
kan?"
Eun Jo kelihatan kesal, namun ia tersenyum tipis.

Ki Hoon menemui Tuan Park, pegawai yang mengundurkan diri dari Perusahaan Hong.
Tuan Park menawarkan untuk memberitahu segala informasi mengenai Perusahaan Hong. 
"Kau bisa menggunakan informasi ini sesuai keinginanmu." katanya. "Kau bisa 
menyebarkan informasi ini ke seluruh dunia dan membuat kesepakatan dengan 
Perusahaan Hong untuk menyelamatkan Perusahaan Anggur Dae Sung."
"Jika aku menggunakan informasi ini, maka mereka pasti akan menyelidikimu juga." 
ujar Ki Hoon.
"Bukan hanya itu, mungkin aku juga akan dipenjara." tambah Tuan Park. "Aku sudah 
siap."
"Tapi kau sakit." kata Ki Hoon. Tuan Park memang sakit parah dan kemungkinan 
akan segera mati."
"Itu urusanku." jawab Tuan Park. "Aku akan menjaga diriku sendiri."


Eun Jo merayakan ulang tahun Jung Woo bersama.
Jung Woo meniup lilin dengan senang, kemudian bertepuk tangan.
Eun Jo mencolek sedikit krim kue tart dan menempelkannya di hidung Jung Woo. 
Ketika Jung Woo hendak membalas, Eun Jo cemberut menakutkan, membuat Jung Woo 
mengurungkan niatnya.

Jung Woo mengajak Eun Jo ke toko boneka dan minta dibelikan boneka. Selain itu, 
ia membeli dua buah bando mickie dan memasangnya di kepala Eun Jo.

Saat hari gelap, Eun Jo dan Jung Woo pulang ke rumah. Jung Woo tersenyum senang.
"Masuklah." kata Eun Jo. Ia melanjutkan perjalanan ke arah rumah.
"Eun Jo." panggil Ki Hoon, yang saat itu sedang minum seorang diri. Ia 
mengayunkan tangannya, memanggil Eun Jo. "Kemari. Ayo kemari."
Eun Jo menoleh. "Apa dia sudah gila?" gumamnya dalam hati. "Apa dia sudah 
melupakan kesalahannya? Kenapa ia memanggilku seperti itu?"
Ki Hoon tersenyum.
"Ia tersenyum." pikir Eun Jo. "Dia pasti gila. Aku juga pasti... gila." Eun Jo 
menggerakkan kakinya satu langkah mendekati Ki Hoon.



credit to princess-chocolates.blogspot

Tidak ada komentar: