Kamis, 03 Maret 2011

Episode 16

Eun Jo kembali ke rumah. Ia berjalan perlahan-lahan dan gontai menuju ruang 
kerja Dae Sung.
"Tolong katakan padaku, bagaimana semua ini bisa terjadi." ujar Eun Jo lemah 
pada foto Dae Sung. Ia terjatuh berlutut di lantai.

Para pegawai Perusahaan Anggur Dae Sung menangis dan sedih melihat foto Dae Sung 
yang menjadi sampul sebuah majalah. Terlihat sekali bagaimana para pegawai 
sangat menyayangi dan menghormati Dae Sung.


Ki Hoon datang ke kantor untuk mencari Eun Jo, namun Eun Jo tidak berada disana. 
Ia mengambil ponsel untuk menelepon.
Eun Jo tidak menjawab telepon dari Ki Hoon.
Akhirnya Ki Hoon memutuskan untuk mengirim sms. "Dimana kau?" tulis Ki Hoon 
dalam smsnya. "Mengapa kau pergi seperti itu?"


Dengan ragu, Eun Jo meraih ponselnya. Belum sempat Eun Jo membaca sms dari Ki 
Hoon, Hyo Seon menelepon.
"Aku sudah melihatnya." kata Hyo Seon. "Majalah dengan foto ayah di sampulnya."
"Dimana kau?" tanya Eun Jo cemas.
"Aku mendapatkannya dari Dong Soo." kata Hyo Seon. "Malam ini ada perlombaan 
minum anggur. Dong Soo bilang perlombaannya akan dipercepat..."
Mendadak Eun Jo mematikan telepon. Hyo Seon bingung. "Halo? Halo?"
Eun Jo bergegas menelepon Dong Soo dan melarangnya memberitahu Hyo Seon mengenai 
hubungan Ki Hoon dengan Perusahaan Hong. Dong Soo setuju.

Hyo Seon datang ke sebuah restoran untuk menemui Dong Soo.
Hyo Seon menelepon Ki Hoon dan memintanya datang ke restoran.
Disisi lain, Ki Hoon sedang sibuk menerima telepon yang ingin memesan anggur 
buatan mereka.

Eun Jo mengendarai mobilnya dari rumah. Di gerbang perusahaan, Ki Hoon tersenyum 
dan melambaikan tangan. Eun Jo sama sekali tidak berniat untuk berhenti, namun 
Ki Hoon berjalan sedikit ke tengah jalan sehingga Eun Jo menginjak remnya cepat.
Ki Hoon terlihat bingung. Ia mengetuk jendela mobil Eun Jo. "Eun Jo, aku tidak 
apa-apa." katanya. "Buka pintu."
Eun Jo tidak mendengarkan Ki Hoon dan menjalankan mobilnya pergi.

Rupanya Eun Jo datang menemui Ki Jung.
"Kau datang sedikit lebih cepat dari perkiraanku." kata Ki Jung.
"Apa kau punya saudara?" tanya Eun Jo datar. "Kau punya adik, bukan?"
"Apakah adikku melakukan kesalahan?" tanya Ki Jung. "Dia hidup dengan foto-foto 
adikmu, Hyo Seon. Apa ia mengunjungi tempatmu? Sifatnya sangat kekanak-kanakan. 
Jika ia membuat kesalahan, aku minta maaf." Maksud Ki Jung adalah adiknya yang 
satu lagi, Ki Tae, dan bukan Ki Hoon.
"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan." kata Eun Jo, bingung.
"Bukankah kau menanyakan adikku?" tanya Ki Jung.


"Apakah kau memiliki seorang adik yang bernama Hong Ki Hoon?" tanya Eun Jo. 
Melihat ekspresi dan sikap diam Ki Jung, sudah memberikan jawaban pada Eun Jo. "Kau 
punya." kata Eun Jo seraya bangkit dari duduk.
"Duduklah." kata Ki Jung. "Nama adikku adalah Hong Ki Tae. Hong Ki Hoon bukan 
adikku. Ia bukan adikku tapi... benar, bahwa ia adalah putra ayahku. Jika kau 
ingin bertanya lebih jelas, tanyakan saja pada ayahku atau Ki Hoon. Aku tidak 
bisa mengatakan apa-apa. Jika kau sudah bertemu ayahku atau Ki Hoon, kau pasti 
ingin bertemu lagi denganku."

Eun Jo benar-benar terpukul dan shock. Ketika duduk di kafe, tangannya sangat 
bergetar sehingga membuat tehnya tumpah di meja.
Tanpa sengaja Ki Jung melewatinya.
Eun Jo menangis dan pingsan. Asisten Ki Jung menolongnya.
"Antar dia." perintah Ki Jung, melihat seluruh tubuh Eun Jo bergetar dan berkali-kali 
terjatuh.
"Apa yang akan kau lakukan?!" seru Eun Jo. "Kalian telah bekerja sama untuk 
membunuh seseorang. Kupikir, akulah yang telah membunuhnya. Tapi, kematian 
ayahku tidak hanya disebabkan olehku sendiri. Banyak orang yang melakukannya. 
Sekarang kau berada dalam masalah karena aku tidak akan pernah melepaskanmu. Apa 
yang akan kau lakukan selanjutnya?"

Eun Jo tiba di restoran. Disana, ia melihat Hyo Seon dengan sedih.
Eun Jo kemudian mengajak Hyo Seon berbincang di taman.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Hyo Seon.
"Aku lapas." kata Eun Jo seraya menyerahkan sebuah burger pada Hyo Seon. "Aku 
belum makan apa-apa sejak sarapan. Apa demammu sudah turun?"
Hyo Seon diam.
"Demammu belum turun, bukan?" tanya Eun Jo lagi.
"Aku tidak apa-apa." jawab Hyo Seon. "Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Aku hanya tidak ingin makan sendirian."
Hyo Seon tersenyum. Tidak seperti Eun Jo yang biasanya. "Walaupun kau mencoba 
bersikap baik padaku, tapi kau bukan tipe orang yang akan memanggilku hanya 
karena tidak ingin makan sendirian." katanya.
Eun Jo menanyakan bagaimana perasaan Hyo Seon sekarang karena ditolak. Eun Jo 
bertanya seperti itu karena ia berjanji akan bersikap baik pada Hyo Seon. Selain 
itu, Eun Jo juga ingin berperan sebagai kakak bagi Hyo Seon.


"Kau ingin tahu perasaanku?" tanya Hyo Seon, kelihatan sedikit terkejut.
"Ya." jawab Eun Jo. "Aku ingin tahu."
"Sakit." jawab Hyo Seon sedih. "Rasanya sangat sakit."
"Orang seperti apa dia?" tanya Eun Jo. "Kalian sudah kenal sejak lama seperti 
kakak dan adik. Aku hanya ingin tahu. Bagaimana ia bisa tinggal di rumahmu?"
"Suatu hari, ayahku membawanya." ujar Hyo Seon, bercerita. "Ayah bilang ia putra 
teman ayah. Ia tidak memiliki uang dan ingin bekerja paruh waktu."
"Apakah hatimu masih milik orang itu?" tanya Eun Jo.
Hyo Seon menoleh. "Bagaimana menurutmu?"
"Aku bertanya karena aku tidak tahu."
"Ya" jawab Hyo Seon jujur. "Walaupun kakak pergi, ataupun ia sudah bersama gadis 
lain, atau jika dia menjadi seseorang yang sudah tidak ada hubungannya lagi 
denganku selamanya." Hyo Seon menarik napas panjang, menahan tangisnya. "Terima 
kasih sudah bertanya."


Ki Jung menelepon Ki Hoon dan mengatakan bahwa Eun Jo datang menemuinya untuk 
bertanya apakah Ki Hoon memang putra pemiliki Perusahaan Hong.
"Gadis itu berpikir kita bekerja sama melakukan semua ini." ujar Ki Hoon.
"Bagaimana Eun Jo?" tanya Ki Hoon lemah.
"Bagaimana dia?" tanya Ki Jung. "Apa maksudmu?"
"Apakah ia menangis?"
"Aku tidak ingat apakah ia menangis atau tidak, tapi dia gemetar." jawab Ki Jung. 
"Pastikan agar dia tidak menyebarkan hal ini. Aku mempercayakan masalah ini 
padamu."
"Dia belum kemari." kata Ki Hoon, emosi. "Dimana dia gemetar? AKU BERTANYA 
PADAMU KEMANA DIA PERGI! Seharusnya kau meneleponku sebelum membiarkan dia pergi!" 
teriak Ki Hoon.
Ki Hoon menutup telepon dan terduduk lemas di kursi. Jung Woo mendengarkan 
dengan iba (Ini perasaan di Jung Woo nguping mulu deh.. Hehe)


Lomba minum anggur dimulai. Setelah beberapa kontestan, akhirnya giliran Hyo 
Seon.
Hyo Seon meminum satu gelas dengan percaya diri, namun mendadak ekspresinya 
berubah bingung. Eun Jo dan Dong Soo melihat dengan raut bertanya-tanya. Ada 
sesuatu yang salah.
Setelah selesai meminum dua gelas anggur, Hyo Seon terduduk lemas di kursi, 
masih dengan ekspresi bingung dan kelihatan terpukul.
Tidak lama kemudian, Ki Hoon dan Jung Woo datang. Ki Hoon mengajak Eun Jo bicara.
Tanpa mengatakan apa-apa, Eun Jo mengambil tasnya dan berjalan keluar.
Hyo Seon menunduk sedih. Jung Woo melambaikan tangan menyapa Hyo Seon.


Eun Jo berjalan cepat, menuju mobilnya.
"Ayo kita bicara." kata Ki Hoon, menahan Eun Jo agar tidak naik ke mobil.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan." kata Eun Jo.
"Ayo kita bicara!" seru Ki Hoon.
"Aku tidak mau dengar!"
"Aku sudah sering kali ingin mengatakannya padamu!" kata Ki Hoon. "Aku tidak 
ingin kau mengetahui dari orang lain!"
Eun Jo menutup telinganya dan berteriak histeris, tidak ingin mendengar ucapan 
Ki Hoon.
"Eun Jo." Ki Hoon memegang lengan Eun Jo, berusaha menenangkannya.
Eun Jo menepis tangan Ki Hoon, kemudian menamparnya.
Ki Hoon menarik tangan Eun Jo dengan paksa dan mendorongnya masuk dalam mobil.


Ki Hoon mengemudikan mobil.
Di tengah jalan, Eun Jo turun dari mobil dan mencoba kabur. Ki Hoon mengejarnya.
"Lepaskan aku!" teriak Eun Jo. "Alasan apa yang ingin kau buat?! Aku tidak ingin 
mendengarnya! Kau brengsek! Kau monster jahat! Kau orang rendah! Tidak ada yang 
lebih rendah darimu! Kau membuatku muak!"
"Tolong dengarkan aku!" pinta Ki Hoon, menarik tangan Eun Jo. "Dengarkan aku 
kali ini saja. Kita selesaikan semua ini sekarang!"
Eun Jo meronta-ronta, mencoba melepaskan diri dari pegangan Ki Hoon. "Lepaskan 
aku!" seru Eun Jo, menangis.


Jung Woo mengantar Hyo Seon pulang.
"Kemana Kakak dan Eun Jo pergi?" tanya Hyo Seon.
"Karena ada masalah perusahaan, mereka terburu-buru." jawab Jung Woo, berbohong.
"Apa benar masalah perusahaan?" tanya Hyo Seon lagi.
"Ya." jawab Jung Woo.
Hyo Seon tersenyum. "Kau dan Eun Jo... apa hubungan kalian berdua?" tanyanya.
Jung Woo tersenyum. "Bukankah kakak sudah memberitahumu? Kami pernah hidup 
bersama ketika masih muda."
"Bersama? Dengan ibuku juga?" tanya Hyo Seon, terkejut. "Tapi kelihatannya ibu 
tidak mengenalmu."

"Bibi memang tidak pernah peduli padaku." jawab Jung Woo.
"Ibuku dan ayahmu hidup bersama?"
"Dia bukan ayahku." jawab Jung Woo. "Ia hanya hidup bersamaku."
"Apakah dia... Jang Taek Geun?"
"Bukan!" kata Jung Woo cepat. "Bukan!"
Hyo Seon tidak percaya. "Bisakah kau mempertemukan kami?"
"Untuk apa kau bertemu dengannya?" tanya Jung Woo. "Kau tidak perlu bertemu 
dengannya."
"Kalian semua... gila... bukan?" gumam Hyo Seon shock. "Kenapa semua anggota 
keluarga seperti itu?"
Jung Woo mencoba menjelaskan, tapi Hyo Seon menyuruhnya diam.


Eun Jo terduduk di tanah dengan lemas. Ki Hoon hanya diam melihatnya.
"Kau telah berbohong pada orang yang telah menolongmu.. kau juga berbohong pada 
Hyo Seon, seseorang yang sudah seperti adikmu sendiri." kata Eun Jo tanpa 
memandang Ki Hoon.
"Ibuku meninggal karena kakakku." ujar Ki Hoon. "Aku hampir gila. Aku ingin 
melakukan segalanya untuk menghancurkan kakak. Aku berniat mengembalikan 
perusahaan pada Paman dan menghancurkan kakakku. Aku tidak bisa memikirkan hal 
lain kecuali itu. Aku hampir gila."
Eun Jo bangkit dari duduknya. "Aku... Hyo Seon... dan orang itu (Dae Sung)... 
tidak pernah berpikir kau akan melakukan ini. Kau telah membodohi semua orang. 
Kau senang? Setelah dia meninggal, apakah kau merasa senang karena yang tersisa 
hanyalah dua orang anak? Bagaimana perasaanmu ketika kau melihat Hyo Seon 
mencintaimu? Bagaimana perasaanmu ketika kau melihatku tidak bisa melupakanmu?! 
Kau merasa senang?!"

"Aku melepaskan kalian semua dari tanganku." ujar Ki Hoon, menangis. "Aku 
melepaskan Paman, kau, semua orang. Aku tahu dimana aku melepaskan semuanya, 
tapi aku tidak bisa mengambilnya. Kau pikir aku senang? Aku tahu aku salah. Aku 
berpikir, aku hanya memilikimu disisiku. Tapi kaulah yang menginginkan aku pergi 
ke neraka!"
"Diam." kata Eun Jo. "Jika kau merasa menyesel, jangan pernah berpikir untuk 
mengatakan sesuatu pada Hyo Seon. Kau hanya akan membuatnya makin terluka. "Aku 
tahu kau ingin pergi, tapi kau tidak bisa. Kau harus bekerja seperti yang sudah 
direncanakan. Seperti seorang Kakak, katakan pada Hyo Seon untuk tetap tabah. 
Katakan kau akan menjadi kakak yang baik untuknya. Jika Hyo Seon mencarimu 
ketika ia merasa sedih, datang dan hibur dia. Hiduplah seperti itu. Walaupun 
rasanya menyakitkan, tapi itulah yang harus kau lakukan. Itulah satu-satunya 
cara agar aku tidak membunuhmu, agar tidak menyebabkan masalah lagi dan agar aku 
memaafkanmu."
Ki Hoon berdiri diam.
Eun Jo masuk ke mobilnya dan pergi.
Ki Hoon berusaha berlari mengejar Eun Jo, tapi tidak bisa. Ia terjatuh di tanah.


Jung Woo menunggu Eun Jo untuk bercerita mengenai Hyo Seon, tapi Eun Jo terlalu 
stress untuk mendengar.
Eun Jo pergi ke kamarnya. Ia membuang pena pemberian Ki Hoon di bawah tempat 
tidur dan merobek-robek peta yang digambar Ki Hoon.
Eun Jo terduduk lemas di lantai.
Joon Soo datang membawa bantal. "Ibu dan Hyo Seon pergi."
"Kemana?"
"Aku tidak tahu." jawab Joon Soo seraya duduk di samping Eun Jo dan bersandar di 
bahunya.

Eun Jo mencoba menelepon Kang Sook dan Hyo Seon, tapi tidak satupun dari ponsel 
mereka yang aktif.


Kang Sook dan Hyo Seon turun dari kereta, kemudian duduk di bangku stasiun.
"Apa kau perlu melakukan semua ini?" tanya Kang Sook. "Naik kereta malam, tidak 
tidur."
"Anggaplah aku adalah aku." kata Hyo Seon. "Aku menyukaimu sejak melihatmu 
pertama kali, mengikuti kemanapun kau pergi, menjadikanmu ibuku, dan yakin bahwa 
ayah akan bahagia karenamu. Walaupun aku tahu bahwa kau tidak menyukaiku dengan 
tulus, aku tetap merasa berterima kasih selama 8 tahun. Rasa terima kasihku 
karena cinta ayah padamu, sudah rusak." Hyo Seon merasa sangat bersalah karena 
telah membawa Kang Sook ke rumah dan mempertemukannya dengan Dae Sung.
"Membicarakan hal itu sudah tidak berguna!" kata Kang Sook. "Katakan padaku apa 
yang akan kau lakukan!"


"Tidak berguna, katamu?" tanya Hyo Seon emosi. "Kata siapa?! Kau seharusnya 
tidak memperlakukan perasaan seseorang seperti sapi, babi atau anjing! Ibu, kau 
memperlakukan aku dan ayahku seperti babi dan anjing."
"Apa yang akan kau lakukan?!" seru Kang Sook. "Semuanya sudah selesai! Dan 
sekarang aku terpaksa bertemu lagi dengan seseorang yang sudah tidak ingin 
kutemui! Semuanya karena kau!"
"Tidak ingin kau temui?" tanya Hyo Seon sinis. "Kau masih memiliki nomor 
teleponnya dan mudah untuk menemuinya."
"Aku tidak punya nomornya!" seru Kang Sook. "Aku sudah membuangnya! Karena kau 
memaksa, aku mengingat nomor yang sudah kulupakan! Eun Jo sudah cukup keras 
kepala. Tapi kau seribu kali lebih buruk daripada dia!"
Ternyata saat itu, Jang sedang berdiri di dekat pintu luar, mendengar 
pembicaraan (teriakan-teriakan) mereka.

Hyo Seon mengajak Jang pergi ke sebuah kafe dan meminta Kang Sook menunggu 
selama satu jam di stasiun. Kang Sook melihat jadwal keberangkatan kereta.
"Bukankah kau Kang Sook?" tanya seorang wanita, muncul di belakang. Kang Sook 
menoleh. "Kau tidak kenal aku? Aku yang membantumu melahirkan anakmu!"
Kang Sook berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat. "Ji Nam?" seru Kang Sook.
"Ya, Ji Nam." kata wanita itu, memandang penampilan Kang Sook. "Siapa yang kau 
temui sehingga bisa membuatmu menjadi wanita kaya seperti ini?"


"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Jang. "Cepat katakan, Nona."
Hyo Seon mengeluarkan majalah dengan sampul foto Dae Sung. "Lihatlah ini." 
katanya. "Ini adalah ayah kami. Dia adalah orang yang sangat baik. Aku tidak 
pernah bertemu dengan orang yang lebih baik daripada ayah sejak aku lahir. Bukan 
karena ia adalah ayahku, tapi karena ia memang benar-benar baik. Kau kenal Eun 
Jo bukan. Kau tidak tahu seberapa besar ia menghormati dan menyayangi ayahku. 
Jika bukan karena ayah, aku pasti sudah mengusir mereka. Karena mereka adalah 
orang-orang yang disayangi ayahku, maka aku membiarkan mereka."
Jang hanya diam, menuangkan anggur di gelasnya dan minum.
"Ayahku mencintai ibu." tambah Hyo Seon. "Ia mencintai ibu dengan tulus. 
Walaupun ia tahu bahwa ibu sering bertemu denganmu, ia berpura-pura tidak tahu. 
Tapi, bukan ini yang ingin kukatakan padamu. Paman... pada ayahku... bisakah... 
kau meminta maaf?"
Jang menoleh sedikit.

"Setelah aku tahu, aku tidak pernah bisa tidur nyenyak." kata Hyo Seon, hampir 
menangis. "Karena orang yang seharusnya minta maaf, belum meminta maaf. Kasihan 
ayahku. Paman melakukan kesalahan. Kau bertemu dengan wanita yang sudah menikah 
dan berselingkuh. Kau tahu itu salah! Ibuku juga bersalah. Tapi dia... dari 
hatinya yang terdalam... ia menyesalinya... Jadi kurasa, kaulah satu-satunya 
orang yang harus meminta maaf... pada ayahku. Jika kau memang manusia, kau harus 
meminta maaf. Bukankah begitu? Bukankah begitu, Paman?!"
Jang tidak menjawab Hyo Seon dan berkata pada pelayan untuk memberinya arak lagi.
"Tolong berikan kami anggur dari Perusahaan Dae Sung." kata Hyo Seon pada 
pelayan.
Pelayan memberikan anggur Dae Sung pada Hyo Seon. "Yang ini lebih mahal. Kau 
tidak mau mengganti dengan yang lebih murah?"


Hyo Seon memandang botol anggur itu. "Paman, sejak kapan anggur ini dipasarkan 
lagi?" tanyanya, terkejut.
"Kemarin." jawab pelayan.
Hyo Seon memandang botol itu sambil menangis. "Ini anggur ayahku." katanya sedih.
"Nona, kau bahkan melakukan ini padaku." kata Jang. "Aku tahu bagaimana 
perasaanmu. Kurasa aku memang bukan manusia, tapi aku binatang. Jika kau masih 
ingin mendengar apa yang akan dikatakan binatang, maka aku akan bicara."
Hyo Seon menangis dengan bibir gemetar.
"Aku bersalah." kata Jang. "Aku merasa sangat malu, sampai-sampai aku tidak bisa 
bersujud di depan makam ayahmu. Tapi, tolong katakan pada ayahmu bahwa aku minta 
maaf. Aku tulus."
Jang meletakkan satu lembar uang di meja untuk membayar minumannya, setelah itu 
berjalan pergi.
Hyo Seon menangis lega. Ia mengambil majalah dan anggur Dae Sung, kemudian 
memeluknya erat.


Anggur Dae Sung mulai laris lagi di pasaran. Pesanan terus-menerus datang, 
membuat seisi perusahaan sibuk.
Jung Woo menelepon Eun Jo untuk menceritakan mengenai Eun Jo dan Kang Sook. Tapi 
Eun Jo tidak memberi kesempatan Jung Woo bicara. Eun Jo tidak mau mendengar 
apapun kecuali masalah perusahaan.

Saat itu, Eun Jo sedang bersama dengan Ki Hoon dan Dong Soo di restoran. Ki Hoon 
memasang harga tinggi untuk anggur Dae Sung.
Dong Soo menggeleng-gelengkan kepalanya. "Goo Eun Jo, ayo kita bicara sebentar." 
katanya.
Dong Soo dan Eun Jo pergi ke tempat lain.
"Aku tidak mengerti situasi yang terjadi." kata Dong Soo. "Ada apa ini?"
"Kau tidak perlu mencemaskan hal itu." jawab Eun Jo.
"Kau tidak berubah sedikitpun." kata Dong Soo. "Setiap kali kau membuat 
permintaan, aku selalu menurutimu, tapi kenapa tidak sepatah katapun..."
"Terima kasih." ujar Eun Jo, memotong ucapan Dong Soo. "Aku sangat berterima 
kasih. Aku akan mentraktir makanan. Atau kau ingin uang?"
Dong Soo tertawa pahit.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Eun Jo.


"Aku akan menikah." kata Dong Soo, menyerahkan 3 buah undangan pada Eun Jo.
Eun Jo menerima undangan itu. "Selamat." katanya. "Kapan?"
"Semuanya tertulis disana." jawab Dong Soo. "Yang satu untuk Hyo Seon dan yang 
satunya lagi untuk laki-laki itu. Mungkin ia berpikiran buruk tentangku. Jadi, 
mungkinkah ia tidak akan datang ke pernikahanku?"
"Aku akan memberikan pada mereka." kata Eun Jo, hendak bangkit dan pergi.
"Apa ada yang salah dengan indera perasa Hyo Seon?" tanya Dong Soo.
"Ia sakit flu." jawab Eun Jo.
"Kurasa tidak." bantah Dong Soo, cemas. "Lebih baik kau membawanya ke rumah 
sakit. Dia mengatakan, hamburger atau nasi, puding atau anggur, semuanya terasa 
seperti air. Kurasa ia tidak bisa merasakan apapun lagi."
Eun Jo kelihatan terpukul mendengarnya.


Eun Jo berusaha menelepon Hyo Seon dan Kang Sook, tapi ponsel keduanya tidak 
aktif. Ia menjadi cemas dan curiga.
Eun Jo kemudian menelepon Jung Woo. "Sekarang aku tidak sibuk." katanya. "Bicaralah."
"Hyo Seon sudah tahu mengenai Paman Jang." kata Jung Woo cemas. "Dia tahu dan 
aku membuat kesalahan."
Eun Jo menutup telepon dengan shock.

Eun Jo menangis. "Hyo Seon... karena itulah ia sakit... karena itulah ia tidak 
bisa merasakan apa-apa." tangisnya. "Apa yang harus kulakukan?"
Ki Hoon mendekati Eun Jo, perlahan hendak menyentuh dan menenangkannya, tapi ia 
tidak bisa.


Hyo Seon kembali ke stasiun, namun Kang Sook sudah tidak ada disana. Ia 
mengaktifkan ponselnya untuk menelepon rumah. Tapi Joon Soo mengatakan bahwa 
ibunya belum pulang.
Hyo Seon menunggu hingga larut malam dan stasiun tutup. "Inikah yang ingin kau 
lakukan, Ibu?" gumamnya.
Hyo Seon berlari keluar stasiun dengan panik, melihat sekeliling dan menangis.
"Ibu!" teriaknya. "Ibu! Ibu, jangan pergi! Ibu!!!"


credit to princess-chocolates.blogspot

Tidak ada komentar: