Kamis, 03 Maret 2011

Episode 19

"Kemana kita akan pergi?" tanya Eun Jo pada Ki Hoon.
"Ke tempat dimana hanya ada kau dan aku." jawab Ki Hoon. "Untuk sementara, kita 
akan melupakan semua yang kita alami."
"Jangan pergi terlalu jauh." kata Eun Jo protes.
"Tutup saja mulutmu." kata Ki Hoon. Ia juga mengatakan pada Eun Jo bahwa ia 
sangat lapar. Saat disekap, ia tidak berani makan karena takut makanannya 
diracuni.
"Perhatikan jalan." kata Eun Jo. "Dan berhenti tersenyum."
"Aku tidak ingin mengambil apapun darimu, jadi jangan takut."


Ki Hoon mengajak Eun Jo ke pinggir hutan di gunung.
"Disini tidak ada restoran." protes Eun Jo. "Kenapa kau membawaku kesini? 
Sekarang kau lapar. Apa yang bisa dilakukan di tempat ini."
"Ayo duduk dan bicara." ajak Ki Hoon.
Tapi Eun Jo tidak menggubris kata-kata Ki Hoon. Ia pergi ke toko terdekat untuk 
mencari makanan. "Permisi, Nenek." ujarnya. "Aku tahu disini bukan restoran. 
Tapi, bisakah kau memberikan kami sesuatu untuk dimakan? Ada seseorang yang 
sangat kelaparan. Aku takut jika ia makan sembarangan ia akan sakit perut. 
Bisakah kau memasakkan semangkuk bubur, Nek?"


Akhirnya, Ki Hoon makan bubur dan duduk di atas tikar di pinggir mobil.
"Sekarang. Kau dan Aku. 1 Mei 2002. Mengerti?" ujar Ki Hoon. "Untuk 1 jam 10 
menit kedepan, setiap 10 menit akan menjadi 1 tahun."
"Aku tidak mengerti apapun yang kau katakan." kata Eun Jo bingung.
"Aku tidak pernah naik ke kereta itu dan kita tetap hidup bersama di Perusahaan 
Dae Sung." ujar Ki Hoon. "Sepuluh menit lagi, kita ada di tahun 2002."
Eun Jo hanya diam.
"Eun Jo, kenapa soal matematikamu yang no. 10 salah?" omel Ki Hoon. "Kau harus 
dihukum pukul tangan. Mana tanganmu?"
Eun Jo hanya tersenyum. "Makan buburmu."

Dalam 1 hari itu, Ki Hoon ingin mengganti tahun-tahunnya yang hilang bersama Eun 
Jo.
Setelah itu, Ki Hoon mengajak Eun Jo berkeliling dengan sepeda.
Tahun 2005. Eun Jo masuk ke universitas tempat Ki Hoon kuliah. Ki Hoon bertanya 
pada Eun Jo siapa laki-laki yang bermain bersamanya. Ki Hoon membantu Eun Jo 
membawa buku-buku dan tas kuliah Eun Jo.
Tahun 2006. Ki Hoon sudah lulus kuliah tapi ia menunda mencari kerja dan terus 
berada di universitas itu. Ki Hoon mengatakan bahwa ia tidak bisa meninggalkan 
Eun Jo di universitas karena ia takut Eun Jo mungkin akan berkencan dengan pria 
lain.


Eun Jo dan Ki Hoon naik sepeda untuk membeli bensin.
"Kau akan pergi ke luar negeri?" tanya Ki Hoon. "Kau pikir aku akan mengizinkan? 
Sekarang saja aku sudah takut ada seseorang yang merebutmu. Kau pikir aku akan 
mengizinkan? Ke Amerika? Belajar? Aku yang akan mengajarimu bahasa Inggris! 
Cobalah! I'm a boy!"
Eun Jo tertawa.
Tahun 2008. Eun Jo lulus kuliah. Sampai saat ini, Eun Jo dan Ki Hoon belum putus.
Ki Hoon senang melihat Eun Jo tertawa. "Ketika kau tertawa, apa kau selalu 
mengeluarkan suara?" tanyanya. "Coba tertawa lagi. Aku sangat kagum."
Eun Jo mengelak dan kabur.


Ki Hoon dan Eun Jo tiba lagi di desa dan mengisi bensin mobil mereka.
"Coba lihat sekelilingmu." kata Ki Hoon. "Apakah ada laki-laki yang sepertiku? 
Aku tampan, pintar, berbakat dan lucu. Memiliki sedikit uang hanya adalah 
kekurangan, tapi aku bisa mendapatkan banyak uang mulai saat ini. Satu-satunya 
hal yang kusesali adalah bahwa kita harus hidup bersama ayahku. Sejak kehilangan 
perusahaannya, ayahku menjadi seperti macam yang kehilangan giginya. Tidak apa-apa, 
karena kau dan aku punya kekuatan."
Tahun 2010. Ki Hoon akhirnya mendapat pekerjaan. Sampai saat ini, ia belum 
pernah melakukan kesalahan. Ia melamar Eun Jo dengan sikap biasa. Eun Jo 
mengatakan bahwa ia butuh waktu untuk berpikir.


Ki Hoon meminta Eun Jo mengembalikan jirigen pada Nenek. Ketika Eun Jo menoleh 
dan hendak kembali ke mobil, Ki Hoon dan mobilnya sudah tidak ada.
Eun Jo menelepon Ki Hoon.
"Eun Jo," ujar Ki Hoon. "Aku akan menyerahkan dokumen ini ke Perusahaan Hong. 
Jika kita tidak ingin kehilangan Perusahaan Dae Sung, maka inilah satu-satunya 
solusi."
"Kembali sekarang." kata Eun Jo.
"Pulanglah." kata Ki Hoon. "Aku akan menyelesaikan semuanya."
"Kembali sekarang juga!"
"Eun Jo, dengarkan aku." kata Ki Hoon. "Kita harus menyelamatkan Perusahaan. 
Setelah itu, aku tidak akan peduli apapun lagi. Aku tidak peduli apakah aku akan 
berjalan di jalanan sebagai gelandangan."
Apapun yang dikatakan Eun Jo, Ki Hoon tidak mau mendengar. Keputusannya sudah 
bulat. Setelah kembali, Ki Hoon berjanji akan mengatakan hal keempat pada Eun Jo.


Tidak lama setelah Eun Jo menutup telepon Ki Hoon, Hyo Seon menelepon sambil 
menangis.
"Kakak." ujar Hyo Seon. "Joon Soo menghilang."


Hyo Seon, Jung Woo, Heojin, Bibi dan Nenek Hyo Seon sedang berusaha mencari Joon 
Soo kemana-mana, namun tidak juga bisa menemukannya.
Hyo Seon kembali ke rumah dan dengan takut menelepon ibunya. Ponsel Kang Sook 
tidak aktif. Akhirnya Hyo Seon meninggalkan pesan suara.


Kang Sook berjalan ke taman untuk menenangkan anak Ji Nam yang menangis keras. 
Akan Ji Nam tidak suka melihat ibunya tertawa dan bertengkar dengan pria-pria. 
Ia tidak suka ibunya dihina pria-pria.
Kang Sook memeluk anak Ji Nam. Ia melihat anak itu seperti melihat Eun Jo. Hidup 
Ji Nam dan hidup Kang Sook tidak berbeda. Dengan begitu, penderitaan Eun Jo dan 
anak Ji Nam juga pasti sama.

Eun Jo dan Hyo Seon pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan Joon Soo.
"Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?" tanya Hyo Seon sedih dan terpukul.
"Ia akan baik-baik saja." kata Eun Jo menenangkan.
"Kemana saja kau seharian ini?" tanya Hyo Seon. "Aku berlutut di depan rumah 
nenek seharian, tapi nenek sama sekali tidak mau menemuiku. Tak peduli seperti 
apa aku bicara, ia berpura-pura tidak mendengarkan. Ketika aku pulang, aku tidak 
menemukan Joon Soo. Apa yang kau lakukan seharian ini?"
"Aku akan mengatakan padamu nanti." jawab Eun Jo. "Untuk saat ini, ayo kita cari 
Joon Soo."
"Apakah kau mencemaskan Joon Soo?" tanya Hyo Seon. "Apakah kau pernah memeluk 
Joon Soo? Apakah kau menganggap dia adikmu? Kadang-kadang, aku benar-benar tidak 
mengerti kau."
Eun Jo terpukul mendengar perkataan Hyo Seon.



Eun Jo, Hyo Seon dan Jung Woo hanya duduk diam, cemas memikirkan Joon Soo.
Eun Jo bangkit dan mengambil buku gambar Joon Soo. Disana, Joon Soo menggambar 
ketika Dae Sung menggendongnya di punggung. Setelah itu, ia menggambar 
keluarganya (Joon Soo, Dae Sung, Kang Sooj dan Hyo Seon, tanpa Eun Jo).
Eun Jo menangis.


Di lain sisi, Ki Hoon mengendarai mobilnya dan berhenti di depan Perusahaan Hong.
"Berikan aku surat perjanjian yang tertulis bahwa kau tidak akan pernah 
menyentuh saham Perusahaan Dae Sung. Dan ketika kau sudah mengembalikan saham 
yang kau ambil, telepon aku." ujar Ki Hoon dan Ki Jung. "Setelah itu, aku akan 
mengambil dokumen yang kumiliki."
"Silahkan saja." tantang Ki Jung. "Jika kau melakukannya, kau tahu apa yang akan 
terjadi pada ayah, bukan?"
"Lihat saja, apakah aku berani atau tidak." balas Ki Hoon. "Aku akan menunggumu 
sampai besok malam."


Hyo Seon, Jung Woo dan Eun Jo duduk bersama dalam diam. Mendadak Kang Sook 
datang dengan panik.
"Apa maksud kalian Joon Soo hilang?!" serunya cemas. "Memangnya ada berapa orang 
disini sampai tidak bisa menjaganya?!"
Mereka bertiga terkejut melihat Kang Sook tiba-tiba muncul.
Hyo Seon memeluk Kang Sook.
"Apa kalian sudah memeriksa semua tempat?" tanya Kang Sook.
"Apakah kau akan kembali?" tanya Hyo Seon. "Kau akan kembali selamanya?"


Kang Sook berlari ke ruang kerja Dae Sung. Disana, Joon Soo sedang berbaring di 
karpet sambil menangis.
Joon Soo memeluk Kang Sook.
Eun Jo kelihatan lega melihat Joon Soo, tapi ia hanya berdiri diam, kemudian 
pergi bersembunyi di kamarnya.


Kang Sook dan Hyo Seon memandikan Joon Soo. Eun Jo masuk dan melihat mereka.
"Untuk apa kau bersembunyi dibawah meja?" tanya Kang Sook.
"Aku bermain petak umpet." jawab Joon Soo.
"Dengan siapa?" tanya Hyo Seon.
Rupanya Joon Soo bermain petak umpet bersama Dae Sung. (Hiiii... sereemmm...)
Joon Soo bersembunyi di bawah meja bersama Dae Sung. Dae Sung berpesan padanya 
agar menjaga ibu dan kedua kakaknya, menggantikan kedudukan ayahnya.


Karena semalaman tidak tidur karena Joon Soo, Kang Sook meminta Hyo Seon dan Eun 
Jo tidur. Tapi Hyo Seon mengatakan bahwa ia lapar dan ingin Kang Sook memasakkan 
sesuatu untuknya.
"Apa kau tahu bahwa Hyo Seon tidak bisa merasakan apapun?" tanya Eun Jo ketika 
Kang Sook sedang memasak di dapur. "Ibu, kaulah yang menyebabkannya."
Setelah selesai makan, Kang Sook makan bersama Eun Jo dan Hyo Seon.
Hyo Seon makan dengan lahap.
"Makan pelan-pelan." ujar Kang Sook. "Tidak akan ada yang merebut makanan itu 
darimu."
Hyo Seon hampir menangis.
Eun Jo memberikan minum pada Hyo Seon.
"Kami menjadi sangat miskin, Ibu." kata Hyo Seon. "Mungkin rumah ini akan 
diambil juga. Kita akan kehilangan segalanya. Walaupun aku tidak tahu apa 
artinya kehilangan semua, tapi kita akan merasakannya, Ibu. Kita tidak akan 
menjadi satu keluarga lagi."
"Apa maksudmu?" tanya Eun Jo. "Rumah siapa yang akan diambil?"


Hyo Seon tetap memandang Kang Sook. "Bagaimana aku harus menjalani semua ini? 
Tolong katakan padaku agar aku bisa bersiap-siap. Sebelum kau pergi, tolong 
peringatkan aku, Ibu."
"Tanyakan saja pada Eun Jo." jawab Kang Sook. "Sejak bayi sampai sekarang, ia 
tidak pernah mendengar kata-kata baik dari mulutku. Jika aku mengucappkan kata-kata 
baik padamu, apakah kau mau mempercayainya?"
Kang Sook menyuruh Eun Jo dan Hyo Seon melanjutkan makan. Kang Sook berpaling 
pada Eun Jo. "Kenapa jika ia bicara, ia tidak memiliki rasa hormat?" tanyanya. "Seharusnya 
kalian tahu apa konsekwensinya sebelum bicara. Seharusnya kalian mencari cara 
pemecahan masalah sebelum memutuskan untuk menjual rumah. Dia (Hyo Seon) 
menyuruhku memperingatkannya sebelum aku ingin meninggalkannya lagi? Kau! 
Belajarlah dari Eun Jo bagaimana caranya bicara dengan benar."
Hyo Seon dan Eun Jo hanya diam.
"Pada siapa kau menjual rumah ini?" tanya Kang Sook. "Kau pikir aku akan diam 
begitu saja melihat rumah ini dijual pada orang luar? Aku, Song Kang Sook, tidak 
akan pernah menjual rumah ini."


Melihat kondisi rumah berantakan, Kang Sook memarahi seluruh pekerja, termasuk 
Paman Hyo Seon.

Kang Sook hendak mengajak Hyo Seon ke suatu tempat.
"Kau akan mengenakan pakaian itu?" tanya Kang Sook. "Kau hanya akan 
mempermalukanku jika berjalan disampingku."
Kang Sook berjalan dan melihat lemaro Hyo Seon. "Berikan sebagian bajumu pada 
Eun Jo." katanya. "Apa kau tidak malu mengenakan pakaian mahal ini sementara Eun 
Jo hanya mengenakan pakaian biasa."
Hyo Seon menatap Kang Sook bingung.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Kang Sook. "Aku ibu tirimu. Aku hanya 
bersikap seperti ibu tiri."
Kang Sook memberikan satu pakaian untuk dikenakan Hyo Seon.
"Apa maksudmu kau akan bersikap seperti ibu tiri?" tanya Hyo Seon.


Kang Sook mengatakan pada Hyo Seon bahwa ia akan memperlakukan Hyo Seon berbeda 
dengan Eun Jo atau Joon Soo. Ia tidak ingin lagi berpura-pura atau mengatakan 
kata-kata manis. "Jika Eun Jo atau Joon Soo sakit, aku juga akan merasa ikut 
sakit. Tapi jika kau yang sakit, aku tidak akan merasa seperti itu. Tapi, aku 
akan merasakan luka kecil yang berdarah dan sakit sedikit. Kaulah satu-satunya 
yang bisa mengingatkanku pada ayahmu. Jika semua ini jelas, kita tidak akan 
membina hubungan yang lebih dalam."
Hyo Seon bertanya pada Kang Sook apakah mungkin jika Kang Sook ikut merasa sakit 
jika Hyo Seon sakit. Dan Kang Sook menjawab, tergantung Hyo Seon sendiri.
"Jika memang tergantung padaku, aku akan berusaha keras." kata Hyo Seon, 
menangis. Ia memeluk Kang Sook. "Hutangmu padaku dan ayah, jangan pernah 
dilupakan. Hanya itulah yang kuminta. Jika kau sedih seperti kakak, itu sudah 
cukup."


Jung Woo duduk diam, memegang tongkat baseballnya dan mengingat semua 
kenangannya bersama Eun Jo. Akhirnya ia membulatkan tekadnya untuk bicara dengan 
Eun Jo. Saat itu, Eun Jo sedang terburu-buru hendak pergi, namun Jung Woo 
menahannya.
Jung Woo menyerahkan tongkat Baseball pada Eun Jo. Eun Jo menerimanya.
"Aku tahu bahwa aku akan ditolak." kata Jung Woo. "Tapi, aku tetap ingin 
mengatakannya. Sejak umur 14, kau sudah menjadi gadisku. Kuharap aku bisa 
menjadi seseorang yang berada disampingmu. Aku tahu kau dan Hong Ki Hoon saling 
menyukai. Aku tidak akan mengatakan apa-apa. Tapi, dia sudah sering membuatmu 
menangis. Aku tidak bisa melihat itu lagi. Hiduplah bersamaku."


"Jung Woo..."
"Hiduplah bersamaku. Kau akan bahagia bersamaku. Aku akan melindungimu."
"Jung Woo, aku menyukai orang itu." ujar Eun Jo. "Bukan aku tidak menyukaimu, 
tapi aku sangat mencintai orang itu. Karena itulah aku tidak bisa bersamamu. Aku 
yakin kau akan menemukan seseorang yang mencintaimu seperti aku mencintai orang 
itu."
Eun Jo menyerahkan kembali tongkat baseball pada Jung Woo, kemudian pergi.


Ki Hoon masih menunggu dalam mobilnya di depan Perusahaan Hong. Tidak lama, ia 
melihat Eun Jo berlari masuk ke dalam perusahaan. Ki Hoon berusaha mengejarnya, 
namun terlambat. Eun Jo sudah naik ke elevator. Ki Hoon mengejar lewat tangga 
darurat.
Ki Hoon menelepon Eun Jo. "Diam disitu. Jangan berjalan selangkahpun!"
Akhirnya Ki Hoon berhasil mengejar Eun Jo.
"Semuanya sudah berakhir." kata Eun Jo. "Dokumen itu sudah berada di tangan 
polisi. Pabrik Hong dan.. Presiden Hong."
Mendadak pintu terbuka, Ki Jung keluar bersama para pegawainya, melewati mereka, 
kemudian berbalik.
"Bagus sekali." katanya. "Kau menang."
"Park Ki Man, Direktur sebelumnya dari perusahaan ini. Kau kenal dia?" tanya Eun 
Jo pada Ki Hoon. "Dia melaporkan Perusahaan Hong dan Presiden Hong pagi tadi. 
Seharusnya kau menjawab teleponmu. Seharusnya kau merundingkan semua ini dulu 
denganku. Mungkin saat ini Presiden Hong sedang diselidiki."


Eun Jo mengajak Ki Hoon melihat Presiden Hong. Presiden Hong sedang dibawa ke 
dalam mobil. Para wartawan berebut mengambil gambarnya.
Ki Hoon berlari menuju ayahnya.
"Aku mohon padamu untuk terakhir kali." ujar Ki Hoon. "Bisakah kau melepaskan 
segalanya? Lepaskan segalanya dan ikutlah denganku. Aku akan menjagamu. Aku akan 
berusaha keras mencari uang. Aku akan bermain catur denganmu. Aku akan memancing 
denganmu. Aku akan... menghormatimu. Kumohon lepaskan segalanya, Ayah."
Presiden Hong menangis, namun tidak menjawab, pertanda bahwa ia tidak mau 
melepaskan semuanya.
Ki Hoon menunduk sedih. Eun Jo menggandeng tangannya pergi.


Hyo Seon berbelanja bersama Kang Sook. Kang Sook membelikan sebuah pakaian untuk 
Eun Jo. Hyo Seon tidak mau kalah dan memilih satu pakaian juga.


Ki Hoon menangis sedih. Eun Jo mengajaknya pergi.
Eun Jo menyentuh bahu Ki Hoon ketika Ki Hoon sedang menangis di mobil, kemudian 
menggandeng tangannya agar ia keluar.
Eun Jo memeluk Ki Hoon dengan sangat erat. "Jika sejak awal kau mengatakan 
segala kesulitanmu padaku, semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Kita berdua 
tidak akan kehilangan apapun. Bersandarlah padaku. Kau bisa bersandar padaku."
Ki Hoon menangis dan memeluk Eun Jo.
Ki Hoon melepaskan pelukannya dari Eun Jo, lalu mengecup keningnya. Setelah itu, 
Ki Hoon mengecup bibir Eun Jo.


credit to princess-chocolates.blogspot

Tidak ada komentar: