Kamis, 03 Maret 2011

Episode 20

"Jadi, ini bulan Juni 2010, bukan?" kata Eun Jo, menggambar di bukunya. "Saat 
itu, aku ingin membawa ibu jalan-jalan ke luar. Saat itu juga, Hyo Seon 
seharusnya sudah menikah. Kita menabung untuk membeli rumah. Mungkin butuh 10 
tahun?"
Ki Hoon tidak memperhatikan gambar yang dibuat Eun Jo. Matanya hanya tertuju 
pada Eun Jo.
Eun Jo mendongak. "Yang kau pikirkan sekarang hanya ayahmu, bukan?" tanyanya. "Kurasa 
memang begitu. Karena itulah aku ingin menenangkan emosimu terlebih dahulu."
"Aku sudah tenang sekarang." kata Ki Hoon. Ia menunjuk gambar yang dibuat Eun Jo. 
"Ini memberi kekuatan untukku. Jangan pernah berpikir untuk berubah pikiran atau 
kau akan menerima akibatnya."
"Televisi dan surat kabar akan penuh dengan berita mengenai ayahmu." ujar Eun Jo. 
"Hyo Seon juga akan segera tahu."
"Aku akan memberitahu padanya sebelum ia tahu." jawab Ki Hoon. "Aku tidak akan 
membiarkan kesempatan bicara dengannya lolos begitu saja, seperti aku gagal 
bicara denganmu."


Di perusahaan, Kang Sook membelikan baju olahraga untuk para karyawannya. "Karena 
saat ini kita tidak memiliki banyak uang, aku hanya bisa memberi kalian baju 
olahraga agar kalian bisa pergi mendaki gunung bersama." katanya.
Kang Sook beranjak pergi bersama Hyo Seon. Namun mendadak ia melihat ke arah 
Heojin, kemudian membisikkan sesuatu di telinga Hyo Seon.
Kang Sook pergi terlebih dulu.
Hyo Seon mendekati pamannya. "Paman, ibu ingin bicara denganmu."
Heojin ketakutan setengah mati mengetahui Kang Sook ingin bicara dengannya, tapi 
Hyo Seon menenangkannya.


Setelah mengantar pamannya ke rumah, Hyo Seon keluar dan melihat Ki Hoon datang 
bersama Eun Jo.
Eun Jo mengangguk pelan pada Ki Hoon.
"Hyo Seon, sudah lama aku tidak melihatmu walaupun kita tinggal di rumah yang 
sama." ujar Ki Hoon.
Hyo Seon tersenyum. "Kelihatannya begitu."
"Aku ingin bicara denganmu." ujar Ki Hoon. "Ayo masuk."
Belum sempat Ki Hoon masuk bersama Eun Jo dan Hyo Seon, dua orang pria datang.
"Hong Ki Hoon, kau tahu bahwa Presiden Hong sedang diinvestigasi, bukan?" tanya 
salah seorang pria. "Ada laporan mengenai uang yang ditransfer secara ilegal ke 
rekeningmu. Kau harus ikut bersama kami."
"Apa katamu?" tanya Ki Hoon.
Ki Hoon terpaksa ikut dengan kedua pria itu. Eun Jo sangat cemas, namun Ki Hoon 
menenangkannya.
"Aku akan segera kembali. Tunggu aku." ujar Ki Hoon. "Katakan semuanya pada Hyo 
Seon. Katakan semuanya, jangan ada yang terlewat, dari awal sampai saat ini. 
Jangan sembunyikan apapun darinya."
Ki Hoon naik ke mobil. Eun Jo diam sejenak, kemudian mengejar mobil itu.
"Tunggu!" teriaknya. "Tunggu sebentar! Aku ingin mengatakan sesuatu!"
Namun mobil tidak mau berhenti dan meninggalkan Eun Jo dibelakang.


Kang Sook mengatakan pada Heojin bahwa mereka berdua sama-sama muak satu sama 
lain dan tidak ingin bertemu satu sama lain. Tapi bila Kang Sook mengusir Heojin, 
Hyo Seon dan para tetua akan membuat keributan.
"Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menikahkanmu." 
ujar Kang Sook.
"Ji... jika aku ingin melakukan itu, aku butuh seorang wanita." kata Heojin 
tanpa memandang Kang Sook.
Kang Sook mengeluarkan sebuah foto dan menunjukkannya pada Heojin.
Tanpa memandang foto itu terlebih dulu, Heojin meminta Kang Sook memaafkannya. 
Ia benar-benar tidak mampu hidup di luar. "Aku orang yang lambat. Hanya 
disinilah pekerjaan yang bisa kulakukan. Maafkan aku."
"Lihat fotonya!" seru Kang Sook.
"Y.. ya..." ujar Heojin seraya menoleh ke arah foto.
Foto itu adalah foto seorang gadis muda dan cantik. Heojin terpesona melihat 
foto itu.
"Ayah Hyo Seon membuat sebuah rencana untukmu, jadi aku harus menghormati 
keputusannya." ujar Kang Sook. Kang Sook terus mengoceh, namun Heojin tidak 
mendengarkan. Ia terlalu terpesona pada foto gadis itu.


Eun Jo menceritakan semuanya pada Hyo Seon.
Hyo Seon diam sejenak, kemudian bangkit dari duduknya. "Aku tidak percaya." 
katanya. "Kak Ki Hoon merencanakan semua itu dan mencoba membuat bisnis ayahku 
gagal? Kau ingin aku percaya? Apa yang sedang kalian rencanakan?"
"Jangan merasa terpukul Hyo Seon, karena masih ada hal yang ingin kukatakan 
padamu." ujar Eun Jo.
"Kau.. ingin balas dendam padaku, bukan?" tanya Hyo Seon. "Kau ingin balas 
dendam karena aku menyembunyikan surat itu. Kau pikir aku akan merasa sakit 
karena aku jatuh cinta pada orang yang menyebabkan kematian ayahku... Kau ingin 
memarahiku, bukan?"
Hyo Seon menangis. "Terlambat. Aku sudah terpukul. Aku tidak bisa menahannya. 
Bagaimana bisa kau mengatakan semua ini padaku?"


Eun Jo bangkit dari duduknya dan mendekati Hyo Seon. "Hyo Seon.."
"Sejak kedatanganmu, hidupku banyak berubah." ujar Hyo Seon. "Ayah makin 
mendekat padamu. Dan pada akhirnya, ia hanya melihatmu. Aku harus membagi ayahku 
dengan orang lain. Dan ibuku... aku tahu dia tidak menyayangiku dan semuanya 
hanyalah kebohongan. Lalu aku menemukan bahwa dia mengkhianati ayahku! Karena 
aku tidak bisa melepaskan ibu, aku merasa buruk. Aku hanyalah seorang anak tiri 
dan ibu mengatakan akan memperlakukan aku seperti anak tiri. Dan sekarang... 
Sekarang mengenai Kak Ki Hoon? Apa yang dia lakukan? Apa?"
Hyo Seon terduduk di sofa.
"Hyo Seon.." panggil Eun Jo seraya menyentuh lengan Hyo Seon. Hyo Seon mengelak, 
menolak disentuh.
"Jangan sentuh aku." ujar Hyo Seon. Ia bangkit dan berlari pergi.


Jung Woo berjalan gontai pulang ke rumah. Ketika ia tiba di depan pintu rumah, 
ia melihat Hyo Seon lari dan Eun Jo mengejarnya.
Hyo Seon berlari dan menangis. Ia mengingat kenangan-kenangannya bersama Ki Hoon.
"Hyo Seon!" panggil Eun Jo.
Hyo Seon menangis, lalu tiba-tiba terjatuh.
"Hyo Seon, kau tidak apa-apa?" seru Eun Jo cemas, menolong Hyo Seon.
Hyo Seon menangis. "Jauhkan tanganmu dariku!"
"Hyo Seon!" Eun Jo memeluk Hyo Seon dan menenangkannya.


Eun Jo mengobati lulut Hyo Seon yang terluka, kemudian duduk disampingnya.
"Masih ada yang ingin kukatakan padamu." katanya. "Aku bingung apakah harus 
mengatakannya sekarang atau nanti. Mungkin dengan mengatakan semuanya langsung,
kau hanya akan terluka sekali saja. Kurasa itu akan lebih baik. Aku... dengan 
orang itu..."
"Kakak..." potong Hyo Seon. "Aku merasa kasihan pada Kak Ki Hoon. Aku ingin 
memeluknya. Ketika pertama kali ayah membawanya ke rumah, walaupun ia mengatakan
bahwa ia seperti giok, bagiku ia seperti kaca yang rapuh. Sama seperti pada kita, 
ayah juga ingin melindunginya. Ia mengatakan padaku, 'Hyo Seon, kau juga harus 
menjaganya dengan baik'. Jika saja ia memilih tetap bersama ayah, ia tidak akan 
rusak. Tapi sekarang ia sudah rusak... berapa pecahan yang masih tersisa? Aku 
ingin sekali mengumpulkan pecahan kaca itu. Apakah ia akan mengizinkan?"
Hyo Seon menoleh pada Eun Jo. "Kakak, tolong katakan padanya agar tidak 
melarikan diri."
Eun Jo diam. "Apakah kisah ini tidak pantas untukku?" pikirnya dalam hati. "Kisah 
ini terlalu lembut dan manis."


Ketika penuntut menanyakan pada Ki Hoon mengenai rekening, Ki Hoon terus 
menjawab bahwa ia tidak tahu sama sekali.
"Bagaimana keadaan ayahku?" tanya Ki Hoon. "Bolehkah aku bertemu dengannya?"


Eun Jo sangat cemas menunggu Ki Hoon. Ia kemudian menelepon seorang penuntut 
bernama Kim Young Man.
"Bolehkah aku menghubungi Hong Ki Hoon?" tanya Eun Jo. Orang diseberang ruangan 
menolak. "Kalau begitu, bolehkah aku bertemu dengannya? Bisakah aku bertemu 
dengannya sebentar?"
Orang di seberang telepon menolak.
"Tunggu! Tolong tunggu sebentar." kata Eun Jo. "Tolong katakan padanya bahwa aku 
ingin mengatakan sesuatu yang penting."
"'Tolong katakan padanya bahwa aku menunggunya'" pikir Eun Jo dalam hati. "Itulah 
yang ingin kukatakan."
"Tidak, tidak jadi." ujar Eun Jo, mengurungkan niatnya. "Aku tidak ingin 
mengatakan sesuatu. Maafkan aku."


Jung Woo memasukkan pakaiannya dalam tas, berniat pergi.
Sebelum pergi, ia meminta Joon Soo melempar bola padanya.
Berkali-kali Joon Soo gagal melempar, akhirnya ia berhasil juga.
Jung Woo memukul bola dengan tongkat miliknya. Bola itu melayang tinggi sekali. 
Setelah itu, ia melempar tongkatnya ke danau, pertanda ia akan melupakan Eun Jo.


Ki Hoon dioperbolehkan bertemu dengan ayahnya.
"Sulit bukan?" tanya Ki Hoon. "Kau lebih memilih dipenjara dibandingkan 
melepaskan segalanya, Ayah?"
"Bagaimana denganmu?"
"Mudah untukku." jawab Ki Hoon "Apapun yang kutahu, aku menjawab bahwa aku tahu.
Apapun yang tidak kutahu, aku menjawab tidak tahu."
Presiden Hong mengangguk.


"Aku ingin hidup bersamamu, Ayah." ujar Ki Hoon sedih. "Walaupun hanya sekali, 
jadilah ayah yang kuinginkan. Dengan begitu, semua akan baik-baik saja. Ayah, 
kau akan diinvestigasi. Kau tidak tahu sampai kapan akan tinggal disini. Aku 
akan menunggumu bersama dengan seorang gadis cantik. Kami akan menjagamu. Kami 
akan menunggumu disebuah rumah yang indah. Jangan mempertahankan apapun kecuali 
aku, Ayah."
Presiden Hong menangis.
Ki Hoon meraih tangan ayahnya dan menggenggamnya erat.


Malam itu, mendadak Hyo Seon masuk ke kamar Eun Jo dan mengatakan bahwa para 
tetua batal menjual saham mereka pada Perusahaan Hong.
"Dan yang sudah menjual sahamnya, mereka akan mengambilnya kembali." ujar Hyo 
Seon. Ia mengatakan pada Eun Jo bahwa besok pagi ia akan menemui Ki Hoon dan 
menceritakan segalanya. Mungkin dengan begitu, Ki Hoon akan merasa lebih baik. "Maukah 
kau pergi bersamaku? Bisakah kau pergi bersamaku?"
Eun Jo bangkit mendekati Hyo Seon. Ia ingin mengatakan. "Jika aku melakukan 
apapun yang kuinginkan, apa yang akan kau lakukan?" Tapi Eun Jo tidak sanggup 
mengatakannya. Kata yang keluar dari mulutnya hanyalah. "Baiklah, aku akan ikut 
denganmu."
Hyo Seon tersenyum. "Terima kasih."


Eun Jo berjalan perlahan, dengan ragu, menuju kamar Jung Woo. Mendadak, Heojin 
keluar dengan ngedumel. "Ada apa dengan anak itu?" gumamnya. Ia melihat Eun Jo 
dan menyerahkan sebuah kertas kecil padanya. "Jung Woo menyuruhku memberikan ini 
pada Kakak Joon Soo."
Eun Jo menerima dan membuka kertas itu. "Dimanapun aku berada dan dimanapun kau 
mungkin berada, wanita yang ada dihatiku hanyalah kau, Kakak." ujar Jung Woo 
dalam suratnya. "Aku masih menginginkanmu. Kapanpun kau membutuhkan aku, aku 
pasti akan datang. Ingat itu."


Eun Jo bertanya pada Heojin ke arah mana Jung Woo pergi, kemudian berlari 
mengejarnya.
Saat itu, Jung Woo sedang duduk diam di halte, menunggu bus.
"Kemana kau akan pergi?" tanya Eun Jo dengan napas terengah-engah. "Apa kau 
punya tempat untuk pergi?"
"Jangan cemas." jawab Jung Woo. "Aku punya banyak tempat untuk pergi."
"Ayo pulang!" ajak Eun Jo seraya menggandeng tangan Jung Woo.
Jung Woo menarik tangan Eun Jo dan memeluknya. "Aku selalu ingin memelukmu 
seperti ini." katanya. "Tapi sekarang sudah terlambat. Jika aku melepaskanmu, 
kau pasti akan memukulku, bukan? Tapi tidak apa-apa. Aku akan dihukum sebelum 
pergi. Tetaplah bahagia. Terima kasih karena sudah mengantar kepergianku. Aku 
tidak akan kelaparan lagi, jangan cemas. Jika kau membutuhkan aku, aku akan 
datang. Jika kau tidak ingin aku datang lagi, maka hiduplah yang baik."
Eun Jo menangis. Ia mengatakan bahwa ia ingin mengembalikan uang Jung Woo 
terlebih dulu, barulah Jung Woo boleh pergi. Tapi Jung Woo menolak. "Gunakan 
saja uang itu." katanya.
Bus datang dan Jung Woo naik ke dalam bus.
Eun Jo menangis.


Melihat kepergian Jung Woo, membuat Eun Jo lebih kuat. "Tidak apa-apa." katanya 
dalam hati. "Pergi adalah hal yang mudah. Aku akan pergi seperti Jung Woo... 
dengan senyuman."
Eun Jo kembali ke rumah dan dengan ragu mengambil tasnya.
Beberapa saat kemudian, ponsel Eun Jo berdering.
"Sekarang aku sedang berada dalam perjalanan pulang." kata Ki Hoon. "Penyelidikan 
sudah selesai."
Mendengar suara Ki Hoon, Eun Jo tidak bisa menahan tangisnya.


Eun Jo meninggalkan sebuah surat di kamar tidur Ki Hoon dan pergi.


Ki Hoon tiba di rumah saat hari terang. Ia membaca surat Eun Jo yang hanya 
tertulis, "Tolong jaga Hyo Seon."
Hyo Seon sangat terpukul mendengar kepergian Eun Jo. "Eun Jo... mencampakkan 
kita lagi." ujarnya.

Ki Hoon bertanya mengenai keberadaan Eun Jo pada Kang Sook, tapi Kang Sook 
menjawab bahwa ia tidak tahu apa-apa.

Beberapa bulan kemudian.
Perusahaan Anggur Dae Sung berjalan dengan lancar.


"Apa kau yakin?" tanya Hyo Seon pada seseorang ditelepon.
"Aku tidak yakin karena tidak mendengarnya sendiri. Tapi. bukankah temanku satu 
universitas dengan Kakakmu?" tanya suara di telepon. Dia mendengar seseorang 
menyebut 'Goo Eun Jo' dengan jelas."
Hyo Seon tersenyum. "Aku mengerti. Terima kasih, Na Mi."

Hyo Seon masuk ke sebuah gedung laboratorium. Diluar, mobil Ki Hoon sudah 
terparkir.
Ketika Hyo Seon masuk, Ki Hoon sednag bicara dengan seorang pria. Pria tersebut 
bernama Goo Eun Jo. Sayang sekali bukan Eun Jo yang mereka maksud.
Hyo Seoon menunduk sedih dan kecewa.


"Kakak." panggil Hyo Seon. "Apakah kau membuat janji dengan Kak Eun Jo?"
Ki Hoon terlihat ragu.
"Tidak apa-apa. Katakanlah padaku." ujar Hyo Seon.
"Ya, aku membuat janji dengannya." jawab Ki Hoon.
"Tapi, kenapa saat aku memintamu memulai hubungan lagi, kau tidak mengatakan 
apapun?" tanya Hyo Seon.
"Kupikir semuanya sudah berakhir." jawab Ki Hoon. "Aku tidak mengerti apa yang 
dimaksudkan Eun Jo ketika ia memintaku menjagamu. Aku terus memikirkan hal 
tersebut, tapi tetap tidak mengerti. Jadi, sampai saat Eun Jo kembali dan 
menjelaskan padaku..."
"Kakak.." potong Hyo Seon. "Jangan katakan apa-apa lagi. Tidak masalah. Aku 
mengerti. Ayo kita temukan Eun Jo. Kita bisa menggabungkan kekuatan untuk 
mencarinya. Bukankah itu lebih baik."
Ki Hoon tersenyum. "Ya." jawabnya seraya berjalan pergi.


Hyo Seon memanggil Ki Hoon lagi. "Kakak! Aku mencampakkanmu!" serunya. "Kenapa 
kau bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun? Aku baru saja mencampakkanmu!"
Ki Hoon tersenyum. Ia berjalan mendekati Hyo Seon dan mengusap rambutnya.
Hyo Seon menahan tangisnya. "Jika kau kembali lagi dengan kakak, jangan lupa 
menjagaku. Itulah yang harus dilakukan kakak ipar."
"Tentu saja." ujar Ki Hoon.
"Aku.. merindukan Eun Jo." ujar Hyo seon pelan.


Setelah Ki Hoon dan Hyo Seon pergi, Eun Jo keluar. Rupanya ia yang meminta pria 
itu berbohong dan mengaku bahwa namanya adalah Goo Eun Jo.

Ki Hoon naik ke mobil bersama Hyo Seon.
Tidak sengaja, ia berpapasan dengan pria yang mengaku bernama Goo Eun Jo. Pria 
itu sedang menelepon seseorang. "Ya, ini Jeon Hyuk Sun yang bicara. Bagaimana 
kabarmu?"
Ki Hoon menoleh dengan bingung.


Hyo Seon menelepon Ki Hoon dan mengatakan bahwa ada yang aneh mengenai salah 
satu artikel penelitian di sebuah buku dan laboratorium yang kemarin mereka 
kunjungi.
Ki Hoon akhirnya sadar dan bergegas pergi ke gedung laboratorium. Disana, ia 
melihat Eun Jo hendak menyeberang jalan.
Begitu melihat Ki Hoon, Eun Jo mencoba melarikan diri.
Ki Hoon berusaha mengejar dan menyebrang jalan.
Eun Jo berbalik, berjalan pergi. Mendadak, ia mendengar suara mobil di rem 
mendadak.
Eun Jo berbalik, ketakutan karena ia pikir Ki Hoon tertabrak. Tapi ternyata 
tidak. Ki Hoon berdiri tepat disampingnya.
Ki Hoon menggandeng tangan Eun Jo dan mengajaknya ke taman.


Eun Jo menangis karena mengira Ki Hoon megalami kecelakaan. Ia bertanya apa hal 
keempat yang belum sempat dikatakan Ki Hoon.
"Cepat katakan!" seru Eun Jo.
"Aku mencintaimu." jawab Ki Hoon. "Aku mencintaimu, Gadis jahat."
Eun Jo memeluk Ki Hoon, lalu Ki Hoon mengecup bibirnya.
"Apa arti MMM?" tanya Eun Jo.
"Gadisku yang jahat." jawab Ki Hoon.


Eun Jo, Hyo Seon, Kang Sok dan Joon Soo pulang setelah menghadiri penugerahaan 
award. Eun Jo tersenyum senang pada Ki Hoon.


Perusahaan Anggur Dae Sung menang dalam sebuah award. Hyo Seon dan Eun Jo 
mempersembahkannya untuk Dae Sung.
"Di depan ayah, apakah kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Hyo Seon. "Apa kau 
tahu hal apa yang ingin kukatakan padamu? Aku merindukanmu, Kak. Bagaimana 
denganmu?"
Eun Jo diam sejenak. "Aku juga merindukanmu." katanya.
Hyo Seon tersenyum dan memeluk Eun Jo.
Eun Jo memeluk Hyo Seon dan tersenyum juga.
Dae Sung datang dan menyentuh tangan kedua putrinya dengan perasaan sayang. Eun
Jo dan Hyo Seon menangis.


~~ THE END ~~


credit to princess-chocolates.blogspot

Tidak ada komentar: