Sekilas, Eun Jo melihat pintu kamar tertutup pelan. Ia bangkit dari duduknya dan
pergi keluar. Di luar, Eun Jo melihat Dae Sung berjalan perlahan. Ia mengejarnya.
"Hei!" panggilnya.
Dae Sung menoleh dan tersenyum, menyuruh Eun kembali ke rumah sakit. Eun Jo
menolak dan tetap mengikuti Dae Sung.
"Mendengar ia mengatakan itu dengan keras membuat hatiku merasa sedikit sakit."
kata Dae Sung. "Kau pikir aku tidak tahu mengenai perasaan ibumu?" Dae Sung
menepuk pundah Eun Jo pelan. "Aku akan pergi ke pabrik. Pulanglah dengan taksi
bersama ibumu. Jangan sampai ia mengetahui bahwa aku mendengar pembicaraan
kalian."
Dae Sung berjalan pergi. Ia oleng sedikit.
Eun Jo mencemaskannya.
"Mulanya aku senang karena memiliki seorang kakak." kata Hyo Seon pada Ki Hoon.
"Aku sangat menyukai Eun Jo walaupun ia selalu mengacuhkanku. Tapi, kenapa ia
melakukan ini padaku?" Hyo Seon menangis.
"Jangan menangis." kata Ki Hoon datar. Ia menoleh pada Hyo Seon dan berkata
marah. "Aku muak dengan sikapmu!" Ki Hoon keluar dari mobil.
"Siapa yang merebut semua milikmu?!" bentak Ki Hoon. "Seharusnya kau menjaga
semua barang milikmu!"
"Kenapa kau marah padaku?" tanya Hyo Seon.
"Kenapa? Apa aku tidak bisa marah?" tanya Ki Hoon. "Apa tidak boleh ada
seorangpun yang marah padamu? Apa semua orang harus melihat apapun yang kau
lakukan? Memperhatikanmu, menyenangkanmu, memujimu. Itukah yang kau butuhkan?
Kau pikir, kau masih anak kecil? Mandirilah dan bergantung pada kemampuanmu
sendiri!"
Hyo Seon diam.
"Kenapa? Kenapa kau memandangku seperti itu?" tanya Ki Hoon kasar. "Apa kau
marah karena tidak ada seorangpun yang berdiri di pihakmu? Aku bukan milikmu!"
Hyo Seon menangis.
"Menangislah sepuasmu, aku tidak akan peduli!" seru Ki Hoon.
Hyo Seon ketakutan dan memeluk Ki Hoon. "Kakak, jangan bersikap begitu. Aku
takut."
Ki Hoon mendorong Hyo Seon. "Jangan seperti ini!" serunya. Ia memegang pundak
Hyo Seon. "Eun Jo bukan musuhmu. Kau harus membuat sesuatu menjadi milikmu. Dan
kau harus melindungi apa yang kau buat. Jika tidak, walaupun semua milikmu
direnggut, kau tidak boleh mengeluh. Mengerti?! Jangan bergantung padaku!
Cepatlah dewasa!"
Ki Hoon masuk ke mobil. Karena Hyo Seon diam tidak bergerak, Ki Hoon pergi
meninggalkannya.
Hyo Seon berjalan pulang ke rumah.
Tidak lama setelah ia tiba, seseorang menelepon dan marah-marah.
"Ini tempat pembuatan Anggur Dae Sung, atau kusebut, Anggur Palsu Dae Sung?!"
teriak pria itu. "Dimana letak tempatmu? Jangan kemana-mana! Aku akan segera
datang kesana!"
Hyo Seon ketakutan.
Kang Sook pulang ke rumah seorang diri. Jung Woo bergegas menyambutnya dengan
mambawa satu nampan makanan. "Staf dapur memintaku memberi makanan ini pada
putrimu." katanya.
"Putriku tidak pulang bersamaku." jawab Kang Sook dingin.
Jung Woo menatap makanan itu dengan sedih.
Eun Jo terus mengikuti Dae Sung sampai ke pabrik.
"Kau butuh istirahat. Kembalilah." kata Dae Sung padanya.
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Eun Jo. "Jika kau sudah tahu, kenapa kau masih..."
Dae Sung duduk. "Tahu apa?" tanyanya tenang. "Tahu bahwa ia tetap disiku karena
aku menguntungkan?"
"Ya."
"Tidak apa-apa." kata Dae Sung.
"Kenapa? Kenapa tidak apa-apa?" tuntut Eun Jo. "Bagaimana bisa kau membiarkan
ibu dan aku..."
"Ibumu...dengan pemikiran yang seperti itu.. aku kasihan padanya." kata Dae Sung.
"Ketika pertama kali aku melihatmu, aku berpikir, alangkah baiknya jika aku ada
disisimu sejak kau kecil."
Eun Jo menangis.
"Tidak masalah, karena aku menyukai ibumu." kata Dae Sung. "Walau ia berpikiran
seperti itu, tapi bagiku tetap lebih baik dibandingkan tidak memiliki kau dan
ibumu."
Dengan perhatian, Dae Sung meminta Eun Jo pulang dan beristirahat.
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Eun Jo, menangis.
"Jangan tinggalkan aku." jawab Dae Sung, tersenyum. "Jika kau bersedia, aku akan
sangat berterima kasih."
Eun Jo menonton para karyawan perusahaan bermain bola. Jung Woo, Dae Sung dan Ki
Hoon juga ikut bermain. Bola menggelinding ke kaki Eun Jo. Eun Jo mengambilnya.
Ki Hoon dang Jung Woo berlari ke arahnya untuk meminta bola tersebut, namun Eun
Jo malah melemparkan bola pada Dae Sung.
Mendadak ponsel Eun Jo berdering.
"Halo?" sapa Eun Jo.
"Aku sendirian di sini." kata Hyo Seon. "Aku ingin mencoba melakukan semuanya
sendiri tanpa bergantung pada orang lain, tapi aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan."
Hyo Seon di keroyok oleh beberapa pelanggan pria yang marah-marah dan protes
karena kualitas anggur mereka yang buruk.
Hyo Seon mencicipi anggur tersebut. "Rasanya tidak enak." katanya.
Para pria hendak masuk mencari Dae Sung.
"Maaf." panggil Hyo Seon. "Tapi ini bukan anggur kami."Botolnya memang milik
kami, tapi anggur di dalamnya bukan."
"Apa maksudmu?" tanya para pria, kesal.
"Akhir-akhir ini penjualan anggur kami sangat baik, jadi kami tidak memiliki
persediaan yang tersisa." kata Hyo Seon. Ia menjelaskan semua mengenai anggur
perusahaannya. "Kualitas anggur kami tidak akan berubah. Walaupun melewati masa
kadaluarsa tapi masih bisa dikonsumsi. Ini bukan anggur kami. Aku sangat yakin."
Eun Jo, Dae Sung dan yang lainnya bergegas menuju ke tempat pembuatan anggur.
Mereka sangat cemas. Begitu tiba, mereka malah melihat Hyo Seon minum-minum
bersama para pria yang komplain.
"Ayah, ini bukan anggur kita." kata Hyo Seon begitu melihat ayahnya tiba.
Dae Sung memeriksa isi botol dan meminumnya.
Paman Hyo Seon mengajak Jung Woo pergi. Sekilas, Hyo Seon melihat mereka.
Eun Jo mencicipi anggur itu.
"Kau tidak percaya padaku, bukan?" tanya Hyo Seon. "Kau tidak percaya padaku,
karena itulah kau mencicipinya sendiri!"
"Seseorang mencampurkan anggur kualitas rendah dengan anggur kita." kata Eun Jo.
"Darimana kau dapat anggur ini?"
Hyo Seon melihat ke arah Ki Hoon. "Di toko grosir Bong Dae Dong." jawabnya kesal.
Paman Hyo Seon memperingatkan pada Jung Woo agar tidak mengatakan apa-apa.
Eun Jo dan Dae Sung berusaha menjelaskan masalah tersebut pada pihak kepolisian.
"Ada seseorang yang menyabotase anggur kami!" seru Eun Jo, emosi. Dae Sung
menggenggam tangannya untuk menenangkan.
"Tolong selidiki proses distribusi." kata Dae Sung pada polisi. "Kami akan
berusaha membantu proses penyelidikan."
"Bukankah sudah menjadi tanggung jawabmu untuk menyelidiki masalah itu dengan
cepat?!" kata Eun Jo dengan suara keras. "Selama masa itu, bukan hanya anggur
rusak di distrik kami, tapi di tempat lain juga mulai mengembalikan anggur
mereka! Kami juga tidak mendapat pesanan lagi!"
Dae Sung menenangkan Eun Jo dengan menepuk pundaknya. "Jangan khawatir." katanya.
"Semua akan baik-baik saja."
Hyo Seon sangat cemas akan masalah yang menimpa perusahaan ayahnya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Hyo Seon pada Ki Hoon. "Ah, benar.
Kau pernah berkata aku tidak boleh bergantung pada siapapun, bukan? Apakah tidak
ada yang bisa kulakukan sekarang? Apakah aku tidak bisa menanyakan ini? Apakah
bertanya juga berarti bergantung padamu?"
Ki Hoon diam.
"Aku mengerti." kata Hyo Seon. "Aku tidak akan bertanya lagi." Ia berbalik dan
hendak pergi.
"Semuanya bisa diselesaikan." kata Ki Hoon. "Jangan cemas."
Hyo Seon terkejut mendengarnya. "Bisakah kau katakan sekali lagi, Kak? Saat ini,
kau seperti sedang berkata bahwa bulan bulat. Aku benar-benar merasa semuanya
akan baik-baik saja."
Ki Hoon menemui ayahnya untuk meminta penjelasan.
"Bukan aku yang melakukannya." jawab Presiden Hong. "Kau pikir aku tipe orang
yang akan melakukan itu?"
"Lalu, apa Kak Ki Jung yang melakukannya?"
"Kau tidak mengenalku dan Ki Jung." ujar Presiden Hong. "Jika bukan aku, maka
bukan Ki Jung juga. Siapapun orang yang melakukannya, ia pasti tidak berniat
membantu kami."
"Jangan melakukan apapun." kata Ki Hoon. "Akulah orang yang akan mendapatkan
perusahaan Dae Sung yang diinginkan Kak Ki Jung. Aku akan membuat hidung Kak Ki
Jung mengeluarkan darah. Aku tidak akan menjatuhkan reputasi Perusahaan Anggur
Dae Sung dan membuatnya tutup. Aku tidak ingin sesuatu yang sudah hancur. Karena
itulah aku akan membuat perusahaan itu lebih kuat, kemudian memilikinya."
Mengetahui masalah yang menimpa Perusahaan Anggur Dae Sung, Kang Sook menjadi
panik. Ia menyuruh Eun Jo mengambil sebanyak mungkin yang ia bisa sebelum
perusahaan itu ditutup.
"Cukup, ibu." kata Eun Jo kesal. "Perusahaan ini tidak akan tutup. Tapi walaupun
tutup, masih ada banyak hal yang bisa kau peroleh. Bahkan jika kau mati, kau
akan mati karena ketamakan, bukan kelaparan."
Eun Jo pergi berjalan-jalan di luar. Melihat bunga di sana mengingatkannya pada
nyanyian bahasa Spanyol Ki Hoon.
Jung Woo melihat Eun Jo dari jendela. Namun ketika ia keluar ingin menemuinya,
Eun Jo sudah pergi.
Nyanyian Ki Hoon masih terus teringat di telinganya. Ternyata Ki Hoon memang
sedang berjalan ke arahnya sambil bersenandung.
Eun Jo dan Ki Hoon berpapasan. Mereka saling memandang beberapa saat, kemudian
meneruskan langkah mereka tanpa suara.
Eun Jo berjalan menuju ruang penyimpanan anggur dan mendengarkan bunyi blub blub
di dalam gentong. Mendadak terdengar suara seorang wanita. "Matikan lampu." kata
suara itu. Hyo Seon juga sedang duduk besembunyi disana. "Ayo kita coba...
antara kita."
"Apa yang kau katakan?" tanya Eun Jo.
"Aku tidak akan membiarkan kau memiliki segalanya." kata Hyo Seon. "Ada saat
ketika aku ingin menjadi sepertimu. Kau berprestasi, kau pintar, dan kau angkuh.
Sikap angkuhmu menunjukkan bahwa kau tidak peduli jika orang lain
memperhatikanmu. Ada saat ketika aku menganggapmu hebat. Tapi kau selalu melukai
kekagumanku padamu. Ayo kita coba ini. Aku belum tahu apa yang harus kulakukan,
tapi ayo kita coba."
Keesokkan harinya, Jung Woo berjalan di hutan. Ia ingin menyelidiki sesuatu. Di
tanah, ia menemukan jejak sepatu seseorang, kemudian mengikuti jejak itu. Di
tengah hutan, ia menemukan beberapa tong seng dan sebuah rumah kecil. Ia
bergegas memanggil Dae Sung dan Ki Hoon.
Di dalam rumah tersebut, tersimpan botol-botol dan label merk anggur Dae Sung.
"Aku tidak tahu ia melakukan ini." ujar Jung Woo. "Ia terus memintaku untuk
berjaga-jaga, jadi itulah yang kulakukan."
Paman Hyo Seon melarikan diri. Eun Jo menyarankan agar mereka memanggil polisi
untuk menangkapnya, namun Hyo Seon menolak.
"Aku akan mencari Paman Hyo Seon sambil berusaha mengembalikan Perusahaan Anggur
Dae Sung." kata Dae Sung.
"Berapa lama?" tanya Eun Jo. "Kita tidak bisa memperkirakan berapa lama waktu
yang kita butuhkan untuk mengembalikan reputasi kita."
"Pelan-pelan. Aku akan melakukannya." kata Dae Sung.
"Aku tidak bisa!" seru Eun Jo. "Semua biaya yang kita keluarkan untuk siaran di
televisi..."
"Cukup." kata Dae Sung. "Kita bisa memulai dari awal perlahan-lahan."
Dae Sung pergi bersama Hyo Seon.
Eun Jo bersikeras untuk melapor ke polisi, namun Ki Hoon menahannya.
"Karena aku keras kepala, kita membuat iklan dan mempertaruhkan keberuntungan
kita!" seru Eun Jo, merasa bersalah. "Aku merasa ingin mati! Apa kau tahu itu?!"
Eun Jo berjalan keluar.
Ki Hoon mengejar Eun Jo. "Apa maksudmu?" tanyanya, menarik tangan Eun Jo. "Apa
kau akan pergi dari sini?"
Jung Woo datang dan melepas tangan Ki Hoon dari Eun Jo. "Lepaskan dia sebelum
kau bicara." katanya.
Banyak pihak yang menelepon Dae Sung untuk memintanya menjual Perusaaan
Anggurnya. Dae Sung kelihatan sangat frustasi.
"Ayah, aku ingin menjadi seseorang yang bisa mendukung dan membantumu." ujar Hyo
Seon sedih. "Aku sungguh ingin menjadi seperti itu, tapi kenyataannya aku bukan
siapa-siapa."
"Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya Dae Sung.
"Walaupun saat ini aku bukan siapa-siapa, tapi suatu saat nanti aku menjadi
sumber kekuatan untukmu, Ayah." janji Hyo Seon.
Dae Sung tersenyum. "Benarkah?"
Hyo Seon mengangguk.
Tanpa sengaja Eun Jo datang dan melihat Dae Sung bercanda dengan Hyo Seon. Eun
Jo ragu untuk masuk.
"Ayo kita masuk bersama." kata Ki Hoon.
"Jika kita menjelaskan mengenai ini dengan para pembeli di Jepang." saran Ki
Hoon. "Jika Jepang memberikan reaksi yang baik, maka kita memiliki peluang bahwa
Korea akan memberikan reaksi serupa. Selebihnya, rasa Anggur Dae Sung-lah yang
akan menentukan."
"Bagaimana menurutmu, Eun Jo?" tanya Dae Sung.
"Untuk saat ini, aku akan pergi ke Jepang." ujar Eun Jo. "Aku ingin melihat
sendiri situasi disana."
"Aku yang akan pergi." kata Ki Hoon. "Dan izinkan aku membawa Hyo Seon bersamaku."
Hyo Seon terkejut mendengarnya.
"Belakangan ini, Hyo Seon mengalami perang mental dengan dirinya sendiri." kata
Ki Hoon. "Aku yakin ia akan membantu dalam perjalanan bisnis ini."
Dae Sung setuju.
Ki Hoon mengatakan pada Hyo Seon bahwa ia mengajak Hyo Seon pergi untuk
menunjukkan padanya apa yang perlu dilakukan agar apa yang menjadi milik Hyo
Seon tidak direnggut orang lain. "Jika ada seseorang yang mengancam milikmu, kau
harus melindunginya."
Eun Jo datang untuk memberikan tiket pesawat hotel pada mereka. Setelah itu, ia
memanggil Jung Woo.
"Han Jung Woo!" panggil Eun Jo.
Jung Woo keluar dengan tas ranselnya.
"Untuk apa tas itu?" tanya Eun Jo.
"Bukankah aku diusir?" tanya Jung Woo.
"Kami sudah berhasil mengetahui keberadaan Paman Hyo Seon." kata Eun Jo. "Kau
dan aku harus pergi bersama ke tempat itu besok."
Jung Woo sangat senang karena pergi bersama Eun Jo berdua.
Ketika makan bersama di restoran, Jung Woo merebut makanan yang hendak diambil
Eun Jo. "Dulu, ketika seseorang sedang memotong kimchi dan aku memakan beberapa,
ia akan memukul tanganku." katanya. "Aku hanya bilang."
Eun Jo diam, kemudian berdiri.
"Mau kemana kau?" tanya Jung Woo. "Kau dan aku masih punya makanan yang tersisa.
Duduk dan selesaikan makanmu, Kakak." Jung Woo tersenyum. "Aku sudah pernah
bilang, kemanapun kau pergi, aku akan menemukanmu."
Eun Jo diam sejenak, kemudian tertawa. "Kau Han Jung Woo yang itu?" tanyanya.
"Lama sekali kau baru menyadarinya." kata Jung Woo.
"Tidak mungkin." kata Eun Jo. "Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa?"
"Aku menunggumu untuk mengenaliku, Kak." kata Jung Woo. "Tapi kau tidak sadar
juga. Jika aku tidak memberitahumu, kau tidak akan tahu, bukan? Karena sekarang
aku tampan dan membuat jantungmu berdebar?"
"Jika kau terus begitu, aku akan memukulmu." ancam Eun Jo.
"Pukul aku. Aku ingin dipukul dengan tanganmu." kata Jung Woo.
Eun Jo menatap Jung Woo tajam. Jung Woo menyerah, kemudian menjalankan mobilnya.
Sesampainya di tempat Paman Hyo Seon menginap, Eun Jo dan Jung Woo tidak
berhasil menemukannya. Pemilik penginapan mengatakan bahwa Paman Hyo Seon kabur
tanpa membayar uang sewa.
Eun Jo menelepon Dae Sung untuk melapor.
Dae Sung memegangi dada kirinya, kesakitan, tapi berusaha menutupi. "Aku sedang
menunggu telepon, jadi jangan pergi jauh dari sana dan tunggulah sebentar lagi."
Kang Sook masuk ke ruangan Dae Sung. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.
Dae Sung mengatakan ia baik-baik saja, tapi Kang Sook sedikit curiga.
Hyo Seon dan Ki Hoon bertemu dengan dua orang wanita untuk mempromosikan anggur
Dae Sung.
"Kau sangat cantik." kata salah seorang wanita pada Hyo Seon. "Putraku tidak
banyak bicara, tapi setelah melihat iklanmu, ia mulai bicara banyak denganku dan
mengatakan bahwa kau cantik."
Hyo Seon tersenyum.
"Mungkin terlalu berlebihan, tapi sebelum kau pergi, aku ingin mengundangmu ke
rumahku." kata wanita itu.
Ki Hoon tersenyum pada Hyo Seon dan mengangguk. "Kami akan menerima undanganmu
dengan hormat." katanya.
Eun Jo dan Jung Woo duduk bersama di tepi danau.
Jung Woo memberikan sesuatu pada Eun Jo. "Ini milikmu." katanya. "Semua gaji
yang kudapatkan dari perkerjaanku di angkatan laut... Aku menyimpan semuanya,
tanpa menggunakan seperser pun. Walaupun tidak banyak, tapi ini semua yang
kumiliki."
Eun Jo menerima uang itu. "Kenapa kau memberikan ini padaku?"
"Karena aku menyumpannya untukmu, Kak." jawab Jung Woo.
"Apa yang dilakukan Tuan Jang selama hidupnya?" tanya Eun Jo. "Tidak, lupakan
saja. Jangan dijawab."
"Aku juga tidak tahu." jawab Jung Woo. "Aku hidup sendirian sejak berumur 16
tahun."
"Untuk saat ini, aku akan menerima uang ini." kata Eun Jo. "Aku akan
menyimpannya dan menghasilkan bunga. Mungkin aku akan meminjamnya sedikit, tapi
aku akan mengembalikan uang ini padamu jika kau menikah."
Ponsel Eun Jo berdering. Ia sangat terkejut begitu mengangkat ponselnya.
"Kakak." Hyo Seon mengetuk pintu kamar Ki Hoon.
"Ada apa?" tanya Ki Hoon seraya membukakan pintu.
Hyo Seon menangis. "Ayah... Ayah jatuh pingsan..." katanya dengan bibir gemetar.
"Ketika sedang bermain dengan Joon Soo, ia pingsan."
credit to princess-chocolates.blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar