Hyo Seon sangat terpukul dan cemas mendengar kabar buruk mengenai ayahnya.
"Apa operasi sudah selesai?" tanya Ki Hoon pada Eun Jo di telepon. "Belum? Aku
dan Hyo Seon akan kembali dengan pesawat pertama. Semua akan baik-baik saja
disini. Hyo Seon melakukannya dengan baik. Kita tidak akan bisa berhasil jika
bukan karena Hyo Seon. Sekarang kita hanya perlu menunggu. Mungkin ini terjadi
karena ia sudah tua. Karena ia sudah dibawa ke rumah sakit, maka semuanya akan
berjalan lancar."
Di seberang saluran, Eun Jo hanya diam. Ekspresinya sangat sedih dan terpukul,
sama seperti Hyo Seon.
"Halo? Halo? Eun Jo?" panggil Ki Hoon.
"Apa ini... karena aku?" tanya Eun Jo lemah. "Bibi Hyo Seon berkata bahwa aku
dan ibu adalah wanita pembawa sial." ujar Eun Jo. "Apakah kami telah
menghancurkan hidup seseorang yang berhati baik?"
Di depan ruang operasi, Kang Sook berdiri diam. "Lakukan, Tuhan." katanya. "Lakukan
sebaik yang kau bisa."
Akhirnya pintu operasi terbuka. "Jangan cemas. Operasi berjalan lancar." kata
dokter. "Situasi kritis sudah lewat."
Kang Sook terlihat biasa saja. "Tentu saja." katanya.
Dokter bingung. "Apa?"
Dae Sung membuka matanya. Orang pertama yang dilihatnya adalah Kang Sook. Ia
mengangguk pelan.
Hyo Seon menangis lega melihat ayahnya sadar. "Ayah!" serunya. "Kenapa kau
melakukan itu?" Ia menangis di atas tubuh ayahnya.
Eun Jo menyuruh Hyo Seon bangun.
Di bawah selimut, Kang Sook menggenggam tangan Dae Sung.
Dae Sung berjalan-jalan di luar rumah bersama Kang Sook.
"Masuk dan beristirahatlah." kata Kang Sook pada Dae Sung.
"Aku baik-baik saja." kata Dae Sung.
"Kau sedang tidak sehat." kata Kang Sook. "Dengarkan aku."
"Aku tidak apa-apa." kata Dae Sung, menenangkan Kang Sook.
"Aku tahu sedang tidak sehat!" teriak Kang Sook. "Dengarkan aku!"
Dae Sung terkejut karena Kang Sook tiba-tiba berteriak. "Ya, aku akan
mendengarkanmu." katanya seraya berjalan masuk ke rumah.
Kang Sook diam sejenak, kemudian mengejar Dae Sung dan menggandeng tangannya.
Kang Sook datang ke dapur untuk memeriksa makanan yang akan diberikan pada Dae
Sung.
"Aku sudah bilang, garam tidak baik untuk kesehatannya!" seru Kang Sook, marah
pada bibi Hyo Seon. "Bawakan aku rumput laut agar aku bisa membuat sup."
Hyo Seon datang ke sebuah toko baju untuk mencari pakaian olahraga untuk ayahnya.
Teman lamanya menjaga toko pakaian tersebut.
"Ayahku harus berolahraga agar cepat sembuh." kata Hyo Seon.
"Tapi..." teman Hyo Seon terlihat ragu. "Ah, tidak apa-apa. Dia bisa memiliki
dua pakaian."
"Dua?" tanya Hyo Seon, bingung. "Apa maksudmu?"
"Kakakmu, Eun Jo, sudah membeli satu."
"Apa ayahmu tahu kalau kau ada disini?" tanya Dae Sung pada Ki Hoon.
"Ia tidak tahu." jawab Ki Hoon.
"Kalau begitu, aku ingin bertemu dengan ayahmu." kata Dae Sung. "Ketika kau
masih muda, aku membawamu dibawah pengawasanku. Aku membantumu tumbuh dari
seorang anak kecil menjadi pria dewasa. Tapi sekarang, sepertinya tidak akan
terlihat baik jika kau tetap berada didekatku."
"Paman..."
"Aku yakin, ayahmu memiliki sebuah rencana untukmu." tambah Dae Sung. "Jadi aku
tidak bisa mengekangmu seperti ini. Walaupun ayahmu tidak pernah bicara langsung
padamu, tapi kau tidak tahu apa yang sebenarnya ia inginkan untukmu."
Ki Hoon tersenyum. "Ayahku... berbeda denganmu, Paman." katanya.
"Tentu saja berbeda." ujar Dae Sung. "Ia memiliki perusahaan yang lebih besar
dan lebih banyak orang yang bekerja untuknya. Tidak peduli kau suka atau tidak,
aku akan menemuinya."
"Tolong jangan temui dia." pinta Ki Hoon. "Aku akan bertemu dan bicara dengannya.
Suatu saat nanti aku akan melakukannya."
Dae Sung mengangguk. "Baiklah. Lakukan itu secepatnya."
"Paman, tolong... percayalah padaku." kata Ki Hoon. "Apapun yang terjadi suatu
saat nanti, apapun kejadian tak terduga yang muncul, tolong percayalah padaku."
Dae Sung tertawa. "Hyo Seon memintaku percaya padanya. Sekarang kau yang berkata
begitu."
Ketika Dae Sung dan Ki Hoon hendak masuk ke dalam rumah sakit, mendadak Eun Jo
lari terburu-buru. "Pergilah menemui pelanggan Jepang sendiri atau bersama Hyo
Seon. Aku tidak bisa ikut." katanya pada Ki Hoon.
"Apa maksudmu?" tanya Dae Sung. "Iadatang kemari untuk menjemputmu agar kalian
bisa pergi bersama."
Eun Jo tidak mendengar alasan itu. Ia membungkuk untuk memberi hormat, kemudian
berlari pergi. Belum lama berlari, Eun Jo tersandung dan jatuh. Tanpa merasa apa-apa,
ia bangkit dan berlari lagi.
Rupanya Eun Jo berlari terburu-buru untuk mengambil balok beras.
"Kau mengambil ini untuk apa?" tanya Dae Sung.
"Aku ingin mencoba perlakukan pemanasan." jawab Eun Jo. "Dengan menggunakan
pemanasan, aku akan membuat anggur kita lebih baik. Jika aku berhasil, kita bisa
membuat anggur yang bagus tanpa menggunakan ragi. Dengan begitu, kita bisa
menghemat uang dan waktu."
"Tunggu, tunggu." tahan Dae Sung ketika Eun Jo sudah mau kabur. "Jika kita
menggunakan panas, bukankah ragi yang bagus juga akan melemah?"
"Ragi akan tetap bekerja jika kita membuat kondisi fermentasi yang sesuai." kata
Eun Jo. "Aku akan pergi sekarang."
"Eun Jo." panggil Dae Sung. "Aku menggunakan ini." Ia menunjukkan baju yang
dikenakannya. "Apa kelihatan bagus?"
Eun Jo menjadi canggung.
"Kelihatan bagus, Ayah." kata Hyo Seon, berjalan mendekat. "Kudengar Kakak
membelikan ini untukmu. Aku juga ingin membeli satu, tapi karena Kakak sudah
beli, maka aku tidak jadi beli." Hyo Seon melihat baju itu. "Kau memilih warna
yang tepat."
"Temanku menelepon dan memintaku datang ke tokonya yang baru." kata Eun Jo,
menjelaskan. "Karena aku sedang ada di Seoul, maka aku merasa harus mampir."
"Kenapa kau harus menjelaskan mengenai hadiahmu?" tanya Hyo Seon. "Kau pikir aku
akan marah? Aku bukan lagi anak berumur 16 tahun."
Seharian Eun Jo bekerja di laboratorium.
Disisi lain, Hyo Seon dan Ki Hoon bertemu dengan para pelanggan Jepang. Para
pelanggan itu mengatakan bahwa mereka menyetujui kontrak karena Hyo Seon sangat
cantik. Ki Hoon terlihat tidak senang dan marah.
"Siapa yang menyuruhmu melakukan itu?" tanya Ki Hoon setelah mereka selesai
bernegosiasi. "Mereka ingin minum berdua saja denganmu. Apa kau tidak tahu apa
artinya itu? Kenapa kau menerima permintaan itu begitu saja? Apa kau wanita
seperti itu?"
"Apa?"
"Ini bisnis." kata Ki Hoon. "Siapa yang mengatakan padamu untuk menjual anggur
dengan cara seperti itu?! Kau seharusnya malu."
"Lalu kenapa di Jepang kau menerima permintaan pelanggan?" tanya Hyo Seon saat
mereka sedang berada dalam perjalanan pulang di mobil.
"Aku melakukannya untuk seorang ibu malang yang jarang bicara dengan putranya."
jawab Ki Hoon. "Tapi bukan berarti kau harus menjual senyummu."
"Maksudmu, aku menjual senyumku? Pada pria Jepang berkepala botak?" tanya Hyo
Seon, terpukul. "Begitu?! Kakak, bagaimana bisa kau berkata begitu? Bagaimana
bisa kau berkata begitu padaku?!"
Ki Hoon melihat ke arah Hyo Seon hingga tidak menyadari sebuah mobil melaju
kearah mobilnya dan hampir bertabrakan. Ki Hoon membanting stir ke samping dan
menginjak rem mendadak.
Untuk melindungi Hyo Seon, Ki Hoon melepas sabuk pengamannya. Ia memeluk kepala
Hyo Seon agar tidak terbentur.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Ki Hoon.
Hyo Seon shock.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Ki Hoon lagi, menepuk pipi Hyo Seon pelan.
Hyo Seon menangis. "Jantungku..."
"Kenapa? Apa kau terbentur? Apa dadamu sakit?" tanya Ki Hoon cemas. "Kau sulit
bernapas?"
Hyo Seon menangis. "Jantungku... berdebar.." ujar Hyo Seon dalam hati. "Berdebar
sangat kencang. Aku gemetar. Aku tidak kedinginan, tapi aku gemetar." Hyo Seon
memeluk Ki Hoon, tapi Ki Hoon mendorongnya menjauh.
Jung Woo memasakkan makanan untuk Eun Jo kemudian mengantarkannya ke
laboratorium. Jung Woo berbohong pada Eun Jo dengan mengatakan Kang Sook-lah
yang menyuruhnya mengantar makanan tersebut.
"Enak?" tanya Jung Woo, tersenyum. "Lezat, bukan?"
"Kau pandai memasak." kata Eun Jo.
"Bukan... bukan aku." kata Jung Woo berbohong. "Bibi yang memasaknya."
"Ibuku tidak akan melakukan hal seperti ini." kata Eun Jo. "Dia tidak pernah
melakukannya. Jangan bohong padaku. Aku yakin ibuku mengira aku sedang tidur di
rumah saat ini."
Eun Jo bertanya darimana Jung Woo tahu mengenai keberadaannya. Jung Woo menjawab
ia tahu ketika membaca sebuah majalah.
Paman Hyo Seon, Hae Jin, akhirnya kembali dan memohon maaf pada Dae Sung.
"Karena kau ingin mandiri, maka kau membuat anggur palsu?" tanya Dae Sung
setelah mendengar alasan Paman Hyo Seon.
"Aku terlahir bodoh." kata Paman Hyo Seon. Ia mengoceh dan menyalahkan ayahnya
atas kebodohannya itu.
"Bangun!" perintah Dae Sung. "Kau pikir aku tidak punya rencana untukmu? Aku
ingin mencari istri untukmu dan membuatmu mandiri. Tapi kau malah membuat
kesalahan yang parah."
Paman Hyo Seon menunduk diam.
"Heo Jin, apa yang akan kau lakukan jika aku tidak ada disini?" tanya Dae Sung.
"Kita tidak tahu apa yang akan menimpa seseorang. Jika aku sudah tidak ada, apa
kau pikir, kau bisa tetap tinggal di rumah ini?"
Mendengar kedatangan Paman Hyo Seon, Eun Jo langsung pulang dan marah-marah.
"Jung Woo, ikat dia!" teriak Eun Jo. "Ikat dan bawa dia ke kantor polisi!
Sekarang, semua orang menganggap kami sebuah perusahaan yang membuat anggur
palsu! Pabrik berhenti bekerja! Kami tidak lagi mendapatkan pesanan! Ayo ikut
aku!"
"Lepaskan dia!" teriak Hyo Seon, membela pamannya dan mendorong Eun Jo menjauh.
"Tolong akui segala yang kau lakukan agar kami bisa memulai lagi!!" teriak Eun
Jo.
Agar Eun Jo melepaskan pamannya, Hyo Seon menggigit tangannya. Jung Woo membela
Eun Jo. Keadaan sangat ribut dan kacau hingga Ki Hoon datang dan memisahkan
mereka.
Ki Hoon mendorong mereka semua. Hyo Seon terdorong kebelakang dan Eun Jo sampai
jatuh terhempas ke tanah.
Jung Woo marah dan memukul Ki Hoon. Melihat itu, Hyo Seon marah dan memukul Jung
Wo. Aih aih...
Eun Jo tetap tidak mau menyerah. Ia meraih tangan Paman Hyo Seon dan menariknya.
"Ayo pergi ke kantor polisi! Akui! Akui semua yang kau lakukan!" teriak Eun Jo
histeris.
"Beraninya kau menyuruhnya mengaku!" kata Hyo Seon, mencoba menahan Eun Jo.
Namun Eun Jo mendorongnya hingga jatuh.
Hyo Seon bangkit dan hendak menampar Eun Jo. Jung Woo melindunginya dan
mencengkeram tangan Hyo Seon.
"Lepaskan dia!" bela Ki Hoon.
"Apa yang kalian lakukan?!" teriak Dae Sung. Mereka semua langsung diam.
Eun Jo menangis, kemudian berlari pergi. Ki Hoon berniat mengejar, tapi Hyo Seon
melarangnya. Jung Woo-lah yang akhirnya mengejar Eun Jo.
"Lepaskan aku!" teriak Eun Jo ketika Jung Woo berhasil mengejarnya.
"Aku mengerti, aku mengerti." kata Jung Woo. "Kau sudah kehabisan napas. Kau mau
pergi kemana? Ke atas sana?"
Jung Woo menggendong Eun Jo dan membawa Eun Jo ke atas bukit.
Jung Woo berhasil menghibur dan membuat Eun Jo tertawa dengan tingkah aneh dan
konyol yang dibuatnya.
Ki Hoon melihat dari jauh. Ia tidak pernah melihat Eun Jo tertawa dengan begitu
bahagia sebelumnya.
Eun Jo mendapatkan sesuatu dari laboratoriumnya, kemudian mengadakan percobaan
dari hasil penelitiannya itu.
Malam itu, Hyo Seon datang ke tempat penyimpanan. Dalam hatinya, ia ingin sekali
menghancurkan percobaan Eun Jo, tapi ia mengurungkan niatnya.
Tanpa ia ketahui, saat itu Eun Jo ada disana.
Eun Jo pulang ke rumah. Di luar, ia melihat ibunya sedang menelepon seseorang.
"Berikan ponselmu padaku." kata Eun Jo pada Kang Sook. "Siapa itu?"
"Kau tidak perlu tahu!" seru Kang Sook seraya berjalan pergi.
Eun Jo menarik tangan ibunya. "Apa itu Paman Jang?"
"Apa katamu?!" teriak Kang Sook, mengelak. "Kenapa tiba-tiba kau menyebutnya?!"
"Lalu, apakah itu pria lain selain Paman Jang?" tanya Eun Jo tajam.
"Kau tidak perlu tahu!"
"Walaupun kau tidak menyukai Ayah Hyo Seon, kau tidak boleh melakukan itu." kata
Eun Jo. "Jika kau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kau lakukan pada Ayah
Hyo Seon, aku akan pergi ke neraka untukmu. Lebih mudah hidup di neraka
dibandingkan hidup bersamamu, Ibu. Aku serius."
Hyo Seon memanggil Ki Hoon untuk mengajarinya belajar bahasa Jepang. Tapi
bukannya belajar, Hyo Seon malah memandang Ki Hoon. Itu membuat Ki Hoon merasa
sangat kesal.
"Kau memanggilku kemari untuk belajar, tapi kau tidak belajar!" seru Ki Hoon
marah.
"Aku sangat menyukaimu!" kata Hyo Seon.
"Apa?"
"Aku sangat menyukaimu." ulang Hyo Seon. "Walaupun kau memarahuiku, idak
berpikir aku cukup baik, mengacuhkanku, menertawakanku, walaupun kau menganggap
aku memalukan dan menolakku... tapi aku sangat menyukaimu. Apa yang harus
kulakukan?"
Ki Hoon hanya diam, memandang Hyo Seon.
"Kau juga tidak tahu jawabannya, kan?" tanya Hyo Seon lagi, melihat Ki Hoon diam.
"Karena ini bukan bahasa Jepang, matematika ataupun ekonomi. Dan juga... karena
aku bukan Eun Jo. Benar, bukan?"
"Jangan sebut namaku, Goo Hyo Seon." terdengar suara Eun Jo. "Aku tidak ada
sangkut pautnya dengan kalian berdua." Ia mengatakan bahwa orang-orang dari masa
lalunya tidak lagi penting. Ia bisa melupakan mereka dengan mudah. "Sama halnya
dengan orang yang telah meninggalkanku, walaupun mereka pergi tanpa mengatakan
apapun, aku bisa melupakan mereka dengan mudah. Aku sangat pandai dalam hal itu.
Jangan membawa-bawa aku dalam hubungan kalian."
Eun Jo menuju ke tempat penyimpanan. Ia mendengarkan gentong berisi bahan
percobaannya. "Tolonglah, terfermentasi dengan baik." katanya.
Tiba-tiba Ki Hoon datang. Ia mengatakan pada Eun Jo bahwa ia merasakan hal yang
sama. Baginya, orang-orang dimasa lalu tidaklah penting. "Bagiku, kau bukan
siapa-siapa."
Eun Jo berjalan melewati Ki Hoon.
"Aku seperti itu, tapi kau tidak." kata Ki Hoon. "Kau berbohong. Jangan lakukan
itu. Jangan membenciku. Jangan katakan kau bisa melupakan aku dengan mudah.
Jangan lakukan apapun. Anggap saja, aku tidak pernah ada."
"Aku memiliki banyak hutang pada rumah ini." kata Eun Jo. "Jika ada seseorang
yang berani membuat masalah disini, aku akan membunuhnya. Jika kau melakukan
sesuatu yang buruk pada Hyo Seon, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri."
Dengan gugup, Eun Jo membuka gentong berisi bahan percobaannya. Ia mengintip
sedikit ke dalam gentong. Ada jamur dimana-mana. Eun Jo sangat kecewa.
"Ini tidak sepenuhnya tidak berguna." kata Dae Sung. "Jika kita menambahkan
tepung..."
"Tidak! Aku akan membuangnya!" seru Eun Jo.
Dae Sung bersikeras ingin menambahkan tepung. Dengan frustasi, Eun Jo berteriak
dan merebut gentong itu. "Aku bilang, aku akan membuangnya!"
Gentong tersebut terlempar dan isinya tumpah di sudut ruangan.
Eun Jo duduk dengan kecewa di luar. Hyo Seon mendekatinya. Bukannya menghibur,
Hyo Seon malah berkata sesuatu yang tajam.
"Kau ingin menjadi pahlawan, bukan?" tanya Hyo Seon dingin. "Kau ingin orang-orang
berkata bahwa kaulah yang telah menyelamatkan perusahaan."
Eun Jo hanya diam.
"Tapi apa boleh buat. Kau bukan pahlawan." tambah Hyo Seon. "Pelanggan yang
kutemui hari ini melakukan banyak pemesanan. Pesanan yang sangat banyak hingga
kita tidak memiliki cukup uang untuk berproduksi."
"Apa itu benar?" tanya Eun Jo.
"Kenapa?" tanya Hyo Seon. "Apa karena aku yang melakukannya, maka kau menjadi
kesal?"
Tanpa menjawab Hyo Seon, Eun Jo beranjak pergi.
Ki Hoon menemui ayahnya untuk meminjam uang.
Karena tidak memiliki cukup uang untuk produksi, Dae Sung memutuskan untuk
menolak pesanan.
"Direktur, jika ini karena uang..."
"Tidak apa-apa." kata Dae Sung, memotong ucapan Ki Hoon. "Kita tidak perlu
membicarakan ini lagi. Aku sudah memutuskan."
"Aku sudah menerima pesanan itu." kata Eun Jo.
"Kenapa kau melakukan itu?!" tanya Dae Sung. "Aku tidak memiliki uang untuk
biaya produksi! Aku bahkan tidak bisa mendapat pinjaman!"
"Aku mengunjungi para tetua dan memohon." kata Eun Jo. Ia menyebutkan siapa-siapa
saja yang bersedia membantu secara materi. "Mereka melakukannya demi Perusahaan
Dae Sung yang mereka banggakan. Ayo kita lakukan. Aku ingin melakukan ini."
Dae Sung, Eun Jo, Hyo Seon dan Ki Hoon turun langsung ke pabrik untuk mengawasi.
Ketika Eun Jo sedang bekerja di ruang baca, Dae Sung membawakan minuman untuknya.
Dae Sung mengatakan bahwa sejak kedatangan Eun Jo dan Kang Sook, rasa anggur
menjadi lebih baik. "Kau dan ibumu membawa ragi yang bagus." katanya. "Bisakah
kau memanggilku ayah, untuk sekali ini saja?"
Eun Jo terdiam beberapa lama. "Jika kau terus memintaku mengatakan itu, aku akan
keluar." katanya.
"Aku mengerti." kata Dae Sung seraya berjalan keluar.
Keesokkan harinya, Kang Sook pergi ke sebuah restoran untuk menemui Jang,
selingkuhannya.
"Aku tidak akan menemuimu lagi." kata Kang Sook. "Aku akan mencintai suamiku
mulai saat ini."
"Kau mencintaiku." kata Jang.
"Aku tidak peduli apa yang kaukatakan." kata Kang Sook. "Jika suamiku mati, aku
akan menjadi janda lagi. Aku sudah melewati banyak masalah selama menikah dan
membina keluarga." Kang Sook menyerahkan sebuah amplop pada Jang.
"Apa kau memintaku mengambil ini dan pergi?" tanya Jang.
"Ya." jawab Kang Sook. "Aku mengambil yang ini tanpa sepengetahuan Eun Jo.
Jangan menggunakan uang ini untuk mabuk-mabukan. Belilah sebuah rumah dan hidup
seperti orang biasa."
"Kau memberikan uang ini sebagai pengganti dirimu?" tanya Jang. "Bagaimana bisa
kau melakukan ini padaku?"
"Setelah aku pergi, hitung uang ini." kata Kang Sook. "Jika uang ini tidak cukup
untuk menggantikan aku, cobalah dapatkan aku lagi. Mungkin dengan begitu, aku
akan hidup denganmu."
Jang meneteskan air mata. Kang Sook bangkit dan berjalan pergi.
Di luar, Kang Sook berpapasan dengan Eun Jo.
"Kenapa kau ada disini?" tanya Kang Sook, terkejut melihat putrinya. "Tidak, ini
tidak seperti yang kau kita. Tidak."
"Apanya yang tidak?" tanya Eun Jo.
"Ayo, ayo kita pergi." ajak Kang Sook, menarik tangan Eun Jo. "Aku akan
menceritakan segalanya."
Eun Jo menghempaskan tangan ibunya dan berjalan melewatinya, lurus menuju
restoran.
credit to princess-chocolates.blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar